Pilpres 2024, Pengamat: Calon Presiden Etnis Jawa Masih Tetap Dominan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Selama ini Presiden Indonesia ini didominasi etnis Jawa. Dari tujuh presiden yang resmi Indonesia, lima berasal dari etnis Jawa. Hanya BJ Habibie dan Megawati Soekarnoputri yang berasal dari etnis campuran.

Terpilihnya BJ Habibie dan Megawati menjadi presiden boleeh dikatakan karena ‘kecekaan’ bukan atas pilihan rakyat atau MPR RI. BJ Habibie yang seorang teknorat, menjadi preesiden karena Soeharto memenuhi permintaan sebagian rakyat dalam aksi demo Mei 1998.

Dikabarkan, Soeharto lebih memilih meletakan jabatan karena tidak ingin terjadi pertumpahan darah sesama anak bangsa. Sebenarnya, mau bertahan di singasana kekuasaan kala itu, ini bisa saja dilakukan Soeharto karena kendali ABRI masih berada di tangan dia.

Namun, dapat dibayangkan kalau itu yang dilakukan Soeharto. “Beliau begitu cinta dengan negeri ini. Dan, tidak ingin terjadi pertumpahan darah terjadi sesama anak bangsa,” kata pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga.

Ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (21/6) pagi, pria yang akrab disapa Jamil ini mengatakan, lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaan, secara konstitusi dia memang harus digantikan wakilnya. Dan, saat ini BJ Habibie yang menjadi wakil presiden.

Demikian pula yang terjadi terhadap Megawati. Dia menjadi preesiden karena KH Abdulrachman Wahid alias Gus Dur dilengserkan melalui melalui Sidang Umum MPR RI. Jadi, presiden mulai dari Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur dipilih melalui MPRS/MPR serta Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo dipilih secara langsung oleh rakyat semuanya etnis Jawa.

Dominannya pemimpin dari etnis Jawa, kata Jamil, secara umum bisa dijelaskan dari dua hal. Pertama, penduduk Indonesia dominan etnis Jawa. Karena itu, antara pemilih dengan yang dipilih ada kesamaan dilihat dari etnisnya.

Dalam model komunikasi konvergensi, kesamaan itu akan memudahkan terjadinya komunikasi yang efektif. Konvergensi inilah yang membuat pemilih akan cenderung memilih calonnya dari etnis yang sama.

Dua, perilaku pemilih di Indonesia masih dominan pemilih emosional. Pemilih seperti ini memiliki hubungan emosional sangat kuat dengan identitas yang membentuk dirinya sejak lahir. Identitas itu bisa terbentuk dalam paham ideologis, agama, dan budaya.

Dominannya pemilih emosional akan menguntungkan calon presiden dari etnis Jawa dan beragama Islam. Mereka akan memilih calon yang memiliki dua kriteria itu. Jadi, selama perilaku pemilih Indonesia masih dominan emosional, peluang calon dari etnis non Jawa terpilih akan sangat kecil.

Peluang Indonesia dipimpin etnis non Jawa, kata Jamil, akan terbuka kalau perilaku pemilih Indonesia berubah dari emosional ke rasional. Pemilih rasional akan memilih atas pertimbangan siapa calon yang paling menguntungkan baginya.

Pemilih seperti ini akan melihat program yang ditawarkan si calon menguntungkan baginya atau tidak. Kelompok pemilih ini tidak mempertimbangkan ideologis, agama, dan etnis calon presidennya. “Mereka ini umumnya pemilih terdidik dan nasionalis regilius,” kata mantan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fikom ISSIP) Jakarta tersebut.

Kalau Indonesia sudah didominasi pemilih rasional, barulah sosok seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno dan Zulkieflimansyah berpeluang memenangkan Pilpres di Indonesia.

“Masalahnya, hingga saat ini perilaku pemilih di Indonesia tampaknya masih dominan yang emosional. Karena itu, calon dari etnis Jawa dan beragama Islam.akan lebih berpeluang menang pada Pilpres 2024,” kata bapak dua putra ini.

Meski demikian, semoga saja pada tahun 2024 ada perubahan signifikan perilaku pemilih di Indonesia. “Setidaknya terjadi keseimbangan antara pemilih rasional dan emosional. Kalau ini terjadi, maka calon dari etnis non Jawa masih terbuka untuk memenangkan Pilpres 2024,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait