JAKARTA, Beritalima.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI keberatan dengan rencana Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan pengelolaan jaringan transmisi listrik kepada badan usaha swasta.
Keberatan Fraksi PKS DPR RI tersebut disampaikan, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Dr H Mulyanto kepada awak media di Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (18/3) siang.
“Kami dari Fraksi PKS keberatan dengan rencana itu, apalagi kerjasama ini dilakukan dengan skema bangun, miliki, operasi dan transfer alias BOOT sehingga kelak setelah proyek ini jadi, pengelola jaringan transmisi listrik ini diserahkan ke pihak swasta. Transfer kepada PLN dilakukan setelah umur proyek selesai.
“Sekarang meski sebagian transmisi listrik dibangun swasta tetapi tetap pihak PLN yang mengoperasikan jaringan. Kelak dengan model BOOT, praktis setelah siap, pihak swasta yang mengoperasikan jaringan listrik,” kata anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan&Teknologi (Iptek) dan Lingkungan Hidup (LH) tersebut.
Dalam diskusi online Energy Talk 1.0 yang diselenggarakan DPP PKS dalam rangka menyambut Rakernas PKS, Senin (15/3), Mulyanto yang hadir sebagai nara sumber bersama Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mantan Dirut PLN, Djiteng Marsudi, wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini mengatakan, karena sifat alamiahnya, semakin ke hilir, dari produksi, transmisi sampai pada distribusi tenaga listrik, semakin terjadi monopoli alamiah.
Dikatakan, sisi distribusi dan transmisi listrik tingkat monopoli mendekati 100 persen. Semakin ke hilir, tingkat kestrategisan bertambah tinggi. Tingkat kestrategisan sisi transmisi melebihi pembangkit. Pembangkit lterpisah antara satu dengan yang lain. “Sisi transmisi, apalagi yang on grid adalah sistem tunggal yang terintegrasi. Karenanya tak heran pada saat ‘kasus sengon’ terjadi black out secara meluas se-Jawa-Bali.”
Penyerahan pengoperasian jaringan ke swasta ini ditengarai melanggar UU No: 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, yang mengatur integrasi vertikal (bundling) pengusahaan ketenagalistrikan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PLN (sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan).
Listrik dikategorikan cabang usaha penting dan strategis yang dikuasai Negara, sesuai amanat UUD tahun 1945 Pasal 33 ayat 2, yang wajib dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Menyerahkan pengoperasian aspek transmisi listrik kepada swasta, secara langsung membuat pengusahaan listrik menjadi bersifat tidak terintegrasi dalam suatu badan usaha (unbundling). “Ini bertentangan dengan keputusan Mahakamah Konstitusi (MK) 2016, khususnya terkait pasal 10 ayat (2) dan pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan.”
MK memutuskan pasal 10 ayat (2) UU Ketenagalistrikan bertentangan dengan UUD 1945, secara bersyarat tak punya kekuatan hukum mengikat, bila rumusan Pasal 10 ayat (2) UU Ketenagalistrikan itu dibenarkan praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik buat kepentingan umum sedemikian rupa sehingga menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.
Dapat dibayangkan apa yang terjadi bila swasta mbalelo menghentikan operasi jaringan transmisi, sementara secara alamiah jaringan bersifat monopoli? Indonesia akan gelap-gulita, mesin industri mati.
“Ini praktik unbundling listrik, yang menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara. Ini melanggar UU, PKS menolak itu. “Pemerintah harus meninjau ulang rencana menyerahkan aspek transmisi listrik nasional ini kepada pihak swasta,” kata Mulyanto.
Seperti diketahui, Pemerintah bermaksud menyerahkan pengelolaan jaringan transmisi listrik kepada badan usaha swasta dengan skema bangun, miliki, operasi dan transfer (BOOT).
Menurut Dirjen Ketenaglistrikan Kementerian ESDM, rencana ini akan tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 sebagaimana diberitakan media dan terungkap dalam Rapat Panja Listrik DPR RI.
Ini karena dinilai PLN tidak memiliki cukup dana untuk investasi di bidang tersebut. Menurut Pemerintah, gap investasi yang membutuhkan modal swasta Rp 12-18 triliun. Rencana pengembangan transmisi listrik ini akan dilaksanakan untuk 7 interkoneksi antar pulau pada 18 ruas transmisi dari 500 KV sampai 200 KV. Termasuk dukungan terhadap transmisi prioritas. (akhir)