JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Dr H Mulyanto menilai, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) inisiatif Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah dibahas di DPR RI lebih berpihak kepada pengusaha besar, buat buat tenaga kerja Indonesia.
Bahkan RUU Ciptaker untuk penyediaan lapangan kerja buat tenaga kerja Indonesia masih jauh panggang dari api. RUU lebih dari seribu halaman itu lebih fokus dan memihak pengusaha besar ketimbang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Walau jargon yang diangkat Pemerintah terkait RUU Ciptaker adalah untuk menciptakan lapangan kerja tetapi kalau dicermati pasal demi pasal, khususnya yang terkait dengan ketenagakerjaan dan UMKM, tidak mencerminkan hal tersebut.
Bisa dibilang RUU Ciptaker ini lebih didedikasikan untuk kemudahan berusaha dan investasi pengusaha besar dan investor asing, bukan UMKM dan tenaga kerja Indonesia. “Klaster terkait ketenagakerjaan jelas-jelas tidak memihak tenaga kerja Indonesia, bahkan lebih memihak pengusaha, investor dan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Dan, klaster ini katanya mau didrop Pemerintah, namun sampai hari ini, yang saya ketahui, tidak ada surat resmi kepada DPR terkait hal tersebut,” tegas anggota Komisi VII DPR RI tersebut dalam keterangannya kepada Beritalima.com, Senin (1/6).
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan tersebut menilai, ketentuan dalam RUU Ciptaker terkait mengangkat harkat dan martabat UMKM masih seadanya.
Padahal fakta potensi tenaga kerja Indonesia yang terserap dalam sektor UMKM ini sangatlah besar, lebih 117 juta tenaga kerja atau 97 persen dari total tenaga kerja Indonesia. Jumlah tersebut sangat besar bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dikontribusikan sektor usaha besar yakni hanya tiga persen.
Tidak hanya itu, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Rp 8.600 triliun atau 61 persen dari total PDB nasional. Sementara sumbangan usaha besar hanya Rp 5.500 triliuan atau 39 persen.Luar biasa kontribusi sektor UMKM terhadap ketenagakerjaan kita dari total tenaga kerja dan PDB nasional. Bahkan bila dibedah draft RUU Ciptaker 1.027 halaman ini, jangan kaget kalau pasal-pasal terkait dengan pembahasan UMKM hanya delapan halaman, tidak lebih, atau hanya 0.8 persen.
Dari 174 pasal dalam RUU Ciptaker, hanya 14 pasal yang terkait UMKM. Pasal-pasal yang ada itupun masih bersifat normatif, belum konkret. Jadi, logika sederhananya ketentuan dalam 1.020 halaman atau sekitar 99,2 persen dari RUU Ciptaker ini, lebih didedikasikan untuk usaha besar dan investor asing, bukan untuk UMKM, karena terkait UMKM hanya dibahas dalam 8 halaman. “Ini semua tentunya menjadi renungan untuk kita bersama. Memihak kepada siapa RUU Ciptaker ini”, sindir Mulyanto.
“Masyarakat perlu mencermati dan membuka mata lebar-lebar terhadap pembahasan RUU Ciptaker ini. Di tengah pandemi ini, Pemerintah dan DPR memaksa untuk membahas cepat RUU Ciptaker, yang nota bene 99.2% nya lebih didedikasikan untuk para pengusaha besar,” papar Mulyanto.
Ledislator dapil III Provinsi Banten tersebut khawatir Pemerintah didikte untuk melayani kemauan pengusaha besar dan investor asing untuk meliberalisasi perekonomian nasional kita. Ini tentu tidak kita inginkan. Yang ingin kita bangun adalah kedaulatan ekonomi nasional yang inklusif, yang memihak mayoritas pengusaha nasional, yang mengokohkan tenaga kerja Indonesia.
Karena itu Mulyanto mengajak masyarakat untuk memcermati secara seksama pembahasan pasal-pasal dalam RUU Ciptaker yang sekarang sedang digodog di DPR ini. “Pemerintah harusnya lebih memikirkan dan mengutamakan nasib rakyat yang saat ini kesulitan mencari kerja. Pemerintah harus dapat memberi solusi yang adil bagi semuanya,” demikian Dr H Mulyanto M.Eng. (akhir)