PKS Tolak Relaksasi Target Pembangunan Smelter PT Freeport

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr H Mulyanto menolak keputusan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan relaksasi target waktu penyelesaian fasilitas smelter PT Freeport Indonesia (PTFI).

Soalnya, ungkap Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Pembangunan dan Industri tersebut dalam keterangannya kepada Beritalima.com di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/7), smelter adalah fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil tambang, agar kita melakukan hilirisasi produk pertambangan.

Jadi, pembangunan smelter tersebut, ungkap Mulyanto, membuat Indonesia tidak hanya sekedar mengekspor konsentrat tambang karena proses ini akan memberikan nilai tambah kegiatan pertambangan berupa produk turunan, antara lain emas, perak, kabel dan asam sulfat, sekaligus membuka lapangan kerja baru di dalam negeri.

Menurut wakil rakyat Dapil III Provinsi Banten tersebut, Pemerintahan Jokowi jangan ikut-ikutan melanggar UU No: 3/2020 jo. UU No: 4/2009 tentang Minerba dengan memberikan relaksasi target waktu untuk pembangunan smelter kepada PT Freeport Indonesia di Gresik.

UU No: 3/2020 pasal 170A, papar politisi senior itu mengamanatkan, fasilitas smelter sudah beroperasi paling lambat 2023, sehingga sejak tahun itu dilarang ekspor konsentrat tambang.

Bila Pemerintah menyetujui dan memberikan relaksasi target pembangunan smelter kepada PT Freeport FI hingga lewat tahun yang ditentukan, berarti Pemerintahan Jokowi telah melanggar UU tersebut dan rela pasang badan demi PTFI.

“Inikan menjadi aneh. Kita jadi menduga ada kong-kalikong atau pemufakatan jahat antara Pemerintah dan Freeport untuk bersama-sama melanggar UU.
Padahal sebelumnya PT Freeport Indonesia sudah dua kali melanggar ketentuan.”

Pertama, 2014 saat PTFI melanggar ketentuan UU No: 4/2009, karena fasilitas smelternya belum jadi. Padahal dalam UU itu disebut bahwa dalam jangka 5 tahun sejak diundangkan (jatuh tempo tahun 2014), smelter harus sudah beroperasi dan perusahaan dilarang mengekspor konsentrat tambang.

Namun, faktanya Freeport Indonesia mengabaikan UU itu. Anehnya, Pemerintah ikut melanggar UU dengan tetap mengizinkan PT Freeport Indonesia mengekspor konsentrat tambang.

Kedua di 2018, ketika perpanjangan dan perubahan skema dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). “Salah satu syarat untuk perpanjangan adalah pembangunan smelter. Tapi mana realisasinya? Sampai hari ini janji itu belum diwujudkan Nah sekarang, dengan permintaan relaksasi target pembangunan smelter melewati 2023, berarti secara langsung menabrak UU No:3/2020 tentang Minerba khususnya pasal 170A. Padahal, baru satu bulan UU No.3/2020 ini diundangkan. Ini kan keterlaluan. Ibarat pepatah sudah dikasih hati, malah minta jantung,” tegas dia.

Menurut Mulyanto, ini sama juga dengan mempermainkan Pemerintah dan Indonesia sebagai Negara hukum. Pemerintah tidak boleh menganggap pelanggaran UU ini adalah soal ringan.

“Saya sebagai anggota DPR RI protes. Sebab UU dibuat untuk dipatuhi, bukan dianggap ‘sebagai angin lalu’. Ini benar-benar melecehkan kedaulatan Indonesia sebagai Negara hukum. Karenanya, saya mendesak Pemerintah tegas mengawal amanat. Pemerintah jangan lembek, apalagi ikut melanggar UU,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait