MALANG, beritalima.com | Perkara gugatan Setiyawan – debitur yang piutangnya dicessiekan tidak sesuai prosedur dan cacat hukum – melawan CIMB Niaga, kini telah memasuki babak akhir. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Malang ini telah memasuki tahap Kesimpulan.
“Agenda kesimpulan dilaksanakan pada 26 Maret 2024 lalu, dilakukan secara e-court,” jelas Anthonius Adhi Soedibyo, SH M.Hum, kuasa hukum Setiyawan dari Kantor Hukum Ansugi Law.
Dalam kesimpulannya, pihak Setiyawan yang diwakili Ansugi Law menekankan kembali bahwa pihaknya menolak secara tegas bukti-bukti yang dilampirkan oleh Pihak CIMB Niaga.
Anthonius menjelaskan, CIMB Niaga melampirkan beberapa bukti seperti Syarat Umum Kredit (SUK) Bank CIMB, Somasi I dan II, serta Surat Pemberitahuan Pengalihan Piutang (Cessie) dari PT Oke Asset Indonesia.
“Beberapa bukti surat yang dilampirkan oleh CIMB Niaga adalah dokumen-dokumen yang tidak pernah dimiliki maupun diterima sebelumnya oleh Klien kami. Bukti-bukti tersebut jelas tidak mengikat klien kami, sehingga kami secara tegas menolak adanya bukti-bukti tersebut dan menilai bukti tersebut tidak pernah ada,” jelas Anthonius.
Selain itu, bukti-bukti lain yang dilampirkan oleh CIMB Niaga justru malah memperkuat posisi Setiyawan sebagai Debitur yang beriktikad baik dan telah memenuhi penilaian 5C atau kriteria analisis kredit.
“Perpanjangan Perjanjian Kredit lebih dari 5 kali yang dilakukan oleh CIMB Niaga mengimplikasikan bahwa klien kami merupakan Debitur yang memiliki kemampuan bayar dan telah memenuhi penilaian 5C dalam perbankan. Terlebih lagi klien kami telah menjaminkan objek yang nilainya jauh lebih tinggi dari jumlah kredit yang diberikan,” jelas Anthonius.
“Perlu dicatat bahwa setelah dilakukan pelunasan atas segala bentuk bunga dan denda tertagih, Klien kami tidak pernah melakukan keterlambatan apapun dan lancar dalam melakukan pembayaran,” tambahnya.
Pihak Setiyawan juga menggarisbawahi tindakan CIMB Niaga berupa men-cessie-kan sepihak perjanjian kredit tanpa pernah disinggung atau dimasukkan didalam perjanjian kredit yang mana hal itu justru dilakukan oleh pihak CIMB Niaga setelah pihak bank meminta proposal penyelesaian kepada pihak debitur.
Terlebih lagi pihak bank tidak memperhitungkan setoran terakhir debitur kepada bank senilai Rp 150 juta sehari sebelum perjanjian kreditnya dicessiekan oleh pihak CIMB Niaga, sehingga secara teknis uang tersebut lenyap seperti ditelan bumi.
“Perlu dicatat bahwa CIMB Niaga tidak memberikan sanggahan pada sesi jawaban dan duplik. Dalam hal ini bisa diartikan bahwa CIMB Niaga secara tegas mengakui seluruh dalil-dalil yang kami sebutkan dalam surat gugatan,” jawab Anthonius.
Dalil-dalil dari pihak Setiyawan juga dikuatkan oleh pernyataan saksi ahli yang dihadirkan, yakni Dr. Ghansham Anand SH M.Kn selaku Ahli Perdata (Kontrak) dan Hukum Acara Perdata, serta Dr. Nurwahjuni SH MH selaku Ahli Perbankan.
Dr. Ghansam menjelaskan apabila sebuah perubahan perjanjian yang masih merupakan satu bagian dari perjanjian pokok namun tidak diperlihatkan atau disampaikan kepada Debitur, maka perjanjian tersebut harus dibatalkan karena tidak sesuai dengan Pasal 1338 ayat (2) BW.
Selain itu, tindakan cessie yang didasari dengan SUK haruslah batal demi hukum, karena telah melanggar Pasal 34 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 6/POJK.07/2022 sebagaimana telah diperbaharui dengan POJK No. 22 Tahun 2023 pada Pasal 52.
Sementara itu menurut Dr. Nurwahjuni, pembayaran kredit melalui rekening escrow akan dianggap tidak membayar dan menunggak meskipun hal tersebut merupakan perintah dari Kreditur. Sudah sepatutnya Kreditur yang bersangkutan segera memindahkan sejumlah tersebut menjadi pembayaran melalui rekening koran.
Tindakan pembayaran kredit melalui rekening escrow merupakan pelanggaran dari Pasal 29 POJK No. 22 Tahun 2023, dimana CIMB Niaga sebagai bank telah melakukan pelanggaran dalam hal ada data yang tidak benar, tidak akurat, dan menyesatkan Setiyawan selaku nasabah.
Selain itu, tindakan CIMB Niaga yang mempersulit Setiyawan untuk mengakses SUK juga merupakan pelanggaran atas pasal tersebut.
Dalam kesempatan ini pihak kuasa hukum Setiawan juga memberikan klarifikasi atas pemberitaan media sebelumnya, dimana terdapat pernyataan bahwa pihak Setiyawan tidak pernah terlambat melakukan pembayaran lebih dari 90 hari.
“Itu tidak tepat. Yang tepat bahwa klien kami tidak pernah terlambat membayar setoran bunga tidak lebih dari 150 hari dan segala keterlambatan tersebut sudah dilunasi 4 bulan sebelum perjanjian berakhir di tahun 2022. Setelah itu lancar terus pembayarannya sampai 1 hari sebelum dicessiekan oleh pihak bank,” sanggah Anthonius.
Setelah agenda kesimpulan, putusan akan dibacakan pada 3 April 2024. Setiyawan selaku nasabah debitur sangat berharap mendapatkan keadilan atas kejadian yang menimpanya melalui keputusan Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini. (Gan)
Teks Foto: Anthonius Adhi Soedibyo, SH M.Hum, kuasa hukum Setiyawan dari Kantor Hukum Ansugi Law.