PN Surabaya Kabulkan Praperadilan Tersangka Salah Transfer Rp 431 Miliar

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya R. Yoes Hartyarso mengabulkan permohonan praperadilan yang di ajukan oleh Cecilia Tanaya, tersangka penyertaan salah transfer uang Rp 431 miliar dari PT IMRI kepada PT Triforma.

Putusan ini diambil hakim Yoes Hartyarso setelah memeriksa alat bukti, mendegarkan keterangan saksi dari pihak Pemohon yaitu Steven Jaguar dan Sutanto Sudrajat serta ahli pidana DR. Chairul Huda SH.MH, termasuk mendengarkan pendapat ahli pidana dari pihak Termohon yakni Sapta Aprilianto SH.MH.LL.M.

“Menyatakan permohonan praperadilan dari Cecilia Tanaya dapat diterima,” ujar Hakim R. Yoes Hartyarso di ruang Sidang Kartika 1 Pengadilan Negeri Surabaya saat membaca putusan. Rabu (5/7/2023).

Berdasarkan Sistim Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya, perkara praperadilan ini teregister dengan nomor perkara 18/Pid.Pra/2023/PN.Sby tanggal 6 Juni 2023.

Termohon dalam praperadilan ini adalah Ditreskrimum Polda Jatim dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Dalam petitumnya, Cecilia Tanaya melalui kuasa hukumnya DR. Budi Kusumaning Atik SH.MH menilai Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Dik/252/V/RES.2.2/2022/Ditreskrimsus tanggal 24 Mei 2002, yang diikuti dengan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan No. B/78/V/RES.2.2/2022/Ditreskrimsus tanggal 24 Mei 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/604/RES.2.2/2022/Ditreskrimsus tanggal 31 Oktober 2022 serta penetapan tersangka yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon sebagaimana Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka atasnana Cecilia Tanaya Nomor : S.Tap/201/XI/RES.2.2/2022/Ditreskrimsus tanggal 30 November 2022 adalah tidak sah serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sebelumnya sebagai Pemohon praperadilan ini Cecilia Tanaya mendatangkan saksi mantan direktur keuangan PT Triforma, Steven Jaguar dan Sutanto Sudrajat selaku pemilik piutang kepada PT IMRI di persidangan. Banyak hal yang dijelaskan saksi Steven dan saksi Sutanto di sidang itu.

Saksi Steven Jaguar misalnya, dia mengatakan bahwa PT Triforma adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan perdagangan Nikel yang memiliki modal sekitar Rp 500 miliar yang terdiri dari modal perusahaan sebesar Rp 26,5 miliar, pinjaman Bank sekitar Rp 216 miliar dan pinjaman dari pihak ketiga sekitar Rp 145 miliar. “Dari Modal PT Triforma Rp 500 miliar tersebut saya selalu minta persetujuan kepada direktur operasional PT Triforma, VNW pada setiap transaksi operasionalnya,” katanya di ruang sidang Kartika 1 PN Surabaya. Selasa (4/7/2023).

Lalu Steven menjelaskan cara PT Triforma mendapatkan uang dengan jalan mengadakan perjanjian kerjasama secara resmi dengan PT KTM dan PT RMI. Menurut saksi Steven, untuk bidang perdagangan nikel PT Triforma bekerjasama dengan KTM, sedangkan untuk bidang pertambangan nikel kerjasama dengan RMI. “Karena RMI adalah kontraktor pertambangan, maka kita berikan lebih dulu dana sebagai operasional penggalian. Setelah berhasil mendapatkan nikel lalu dikirimkan ke Smelter sebagai pihak buyer. Jadi Smelter ini yang membayar ke Triforma. Untuk perdagangan dengan KTM kita juga selalu memberi uang muka dulu untuk pembelian biji nikel,” lanjutnya.

Steven juga memastikan bahwa PT IMRI dan PT Triforma tidak mempunyai hubungan hukum. “Tidak ada. Dalam arti tidak pernah ada kerjasama, tidak ada aliran dana apapun dari PT IMRI. Bahkan di rekening koran tidak pernah muncul nama PT IMRI,” jawabnya.

Sebagai direktur keuangan Triforma, saksi Steven juga menolak dalil dari PT IMRI terkait adanya kesalahan transfer sebesar Rp 431 miliar ke PT Triforma seperti surat dari PT IMRI kepada likuidator PT Triforma. “Kesalahan transfer itu tidak ada, dan itu sudah pernah saya klarifikasi dengan ibu Eli, direktur keuangan PT IMRI. Saya duduk berdampingan dengan Bu Eli, lalu sama-sama buka laptop, saya tunjukan rekening koran PT Triforma untuk pencocokan. Dan hasilnya clear secara nominal dan secara tanggal tidak ada yang cocok,” ujarnya.

Dalam sidang saksi Steven juga mengatakan baru mengetahui kalau direktur operasional PT Triforma Venansius Niek Widodo juga menjabat sebagai direktur di PT IMRI.

Saksi Steven juga menjelaskan bahwa yang mewakili menandatangani kerjasama antara Triforma, Rockstone dan KTM adalah direktur utama Triforma, Rudi Efendi. “Kendati untuk operasional tetap dipegang oleh Venansius. Termasuk semua keuangan untuk operasional yang dikeluarkan oleh PT Triforma selalu atas permintaan Venansius,” jelasnya

Dalam sidang saksi Steven mengaku setelah kasus salah transfer ini meledak dia baru tahu kalau PT Rockstone dan PT KTM adalah bikinan Venansius Niek Widodo.

Berkaitan dengan bukti surat tentang permintaan pembayaran dari PT IMRI kepada PT Triforma dengan cara mengkompensasikan hutang milik PT IMRI kepada Sutanto Sudrajat. Saksi Steven menyebut permintaan tersebut aneh, sebab antara piutang Sutanto Sudrajat kepada PT IMRI dengan PT Triforma tidak ada hubungannya. “Surat jawaban terakhir dari Likuidator yang menyepakati permintaan dari PT IMRI untuk mengkompensasikan hutang-hutangnya tidak pernah mendapatkan persetujuan dari Sutanto Sudrajat selaku pemilik piutang,” sebutnya.

Saksi Steven juga mengatakan Sutanto Sudrajat sebagai pemilik piutang, tidak pernah memberikan persetujuan kepada PT IMRI untuk menggunakan piutangnya untuk kepentingan PT Triforma.

Dalam sidang saksi Steven membenarkan adanya surat pernyataan tertanggal 3 Juni 2018 terkait pengakuan dari Venansius Niek Widodo yang memiliki hutang kepada PT Triforma sebesar Rp 1,3 Triliun. Menurut Steven, surat pernyataan itu diketahui pula oleh Eli Paulina yang adalah direktur PT IMRI. “Surat itu muncul akibat piutang PT Triforma yang tidak terbayar atau tidak tertagih. Sebenarnya piutang itu berasal dari penjualan Nikel yang menjadi hak tagih dari PT Triforma untuk menagih ke Smelter. Namun karena tidak bisa dibayar lagi akhirnya Venansius bersedia pasang badan menanggung piutang tadi,” tandasnya.

Berkaitan dengan kerugian PT Triforma sekitar Rp 1,3 Triliun tersebut, akhirnya Rudi Efendi selaku direktur utama PT Triforma melaporkan Venansius Niek Widodo secara pidana, “Dan kasusnya sudah di sidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya dan Venasius mendapatkan 2 tahun penjara atas kerugian yang diderita PT Triforma tersebut,” pungkas saksi Steven.

Sementara saksi Sutanto Sudrajat dihadapan hakim tunggal praperadilan Yoes Hartyarso membenarkan bahwa dirinyalah yang membuat laporan ke Bareskrim tentang 5 dokumen yang salah satunya adalah dokumen surat IMRI kepada Triforma tentang salah transfer 431 miliar dari IMRI kepada Triforma.

Atas laporan polisi tersebut menurut saksi Sutanto saat ini sudah ditetapkan beberapa tersangka. “Laporkan itu saya lakukan karena sudah tiga tahun mencoba menagih Indra Winoto dkk namun tidak mendapatkan respon positif,” katanya mengawali sidang praperadilan.

Lantas saksi Sutanto bercerita kronologi kasusnya dengan Indra Winoto dari PT IMRI.

Suatu Hari Indra Winoto memohon kepada dirinya untuk dibantu diberikan pinjaman modal kerja atas usaha real estatenya (PT IMRI). Sebab Indra Winoto sudah minta fasilitas Kredit di BCA namun tidak keluar. “Indra Winoto minta tolong ke saya karena dia tahu kalau saya mempunyai fasilitas Kredit di BCA. Akhirnya, saya menyetuju permintaan dari Indra Winoto tersebut meski, Indra Winoto di satu sisi masih punya pinjam pribadi kepada saya dengan jaminan 2 lembar Cek senilai 50 miliar dan 80 miliar. Kedua Cek untuk pinjaman pribadi Indra Winoto tersebut belum saya cairkan karena Indra Winoto belum mempunyai uang,” kisahnya.

Dan dalam perjanjian Kredit dengan BCA dicantumkan klausul bahwa pinjaman tersebut hanya untuk bisnis real estate, tidak boleh dipakai untuk bisnis yang lain.

Terkait perjanjian Kredit antara PT IMRI dengan BCA status Susanto sebagai pihak penjamin, sebab Susanto punya deposito di BCA 65 Miliar. Sebagai penjamin di BCA Susanto dijanjikan oleh Indra Winoto bunga 2 persen perbulan. “Saya bersedia membantu Indra Winoto karena saya kenal keluarga Indra Winoto sebagai orang baik, tidak cacad hukum dan reputasinya sebagai pengusaha lebih dari 50 tahun di Surabaya juga baik,” lanjutnya.

Indra Winoto dalam Akta Notaris juga memberikan Cek sebagai jaminan dan personal garansi. Makanya Susanto bersedia menjadi penjamin kredit Indra Winoto di BCA.

Terkait hutang PT GBU sebesar Rp 216 Miliar di BCA yang mewakili PT GBU adalah empat orang yakni Edi Gunawan, Indra Winoto, Santoso Prayogo dan Didik Edi Sun. “Mereka memberikan jaminan 33 lembar Sertifikat kepada saya. Saya bantu kamu ya, saya tidak butuh Sertifikat, melainkan hanya butuh kepercayaan,” sambungnya.

Dikatakan Susanto, selain punya IMRI dan GBU, Indra Winoto juga punya satu lagi perusahaan yakni PT GBT. “PT GBT ini juga memberikan jaminan bilamana GBU gagal bayar ke saya untuk bisnis real estatenya. Dalam Akta Notaris dicatat tidak boleh digunakan untuk bisnis yang lain diluar GBU,” ujarnya.

Dari total jumlah piutang Rp 431 miliar tersebut, suatu hari Didik Edi Sun mendatangi Sutanto untuk meminjam 33 Sertifikat dengan alasan akan di take over ke Bank Mandiri. “Janjinya kalau Kredit itu cair akan dibayarkan ke saya. Tapi sewaktu saya tantang ke 33 Sertifikat tersebut akan saya serahkan sendiri ke Mandiri mereka menolak. Terpaksa saya memberitahu ke Notaris yang memegang 33 Sertifikat tersebut untuk meminjamkannya. Tanda terima peminjamannya ada di Notaris. Karena yang mengeluarkan 33 Sertifikat itu adalah Notaris,” lanjutnya.

Jadi tandas Sutanto, piutang Rp 431 miliar itu belum dikembalikan, termasuk yang Rp 65 Miliar juga tidak ada pertanggung jawabannya. Bahkan 33 sertifikat tersebut sekarang dalam penguasaan PT GBU. Sudah 3 tahun ini saya coba untuk menagih, namun di tolak. “Karena piutang PT IMRI dan PT GBU Rp 431 miliar itulah akhirnya Indra Winoto dan Santoso Prayogo mempolisikan Cecilia Tanaya dan VNW yang berujung dalam perkara praperadilan ini,” tandasnya.

Ditanya oleh kuasa hukum Pemohon, apakah saksi Sutanto mengetahui bahwa Rp 431 miliar tersebut telah dijadikan kompensasi oleh RMI dan GBU,? Sutanto menjawab tidak. “Tidak, Hak saya untuk menagih tetap ada secara hukum,” jawabnya.

Dalam persidangan saksi Sutanto Sudrajat juga membenarkan tentang adanya rekomendasi dari wasidik Polda Jatim agar perkara yang menjerat Cecilia Tanaya ini dilimpahkan ke Bareskrim Polri. “Sepengetahuan saya perintah dari wasidik tersebut tidak dilaksanakan oleh penyidik. Terbukti Cecilia Tanaya tetap dijadikan tersangka dan sekarang mengajukan Permohonan praperadilan,” tandasnya.

Ditanya oleh kuasa hukum Termohon, apa hubungan antara saksi Sutanto Sudrajat dengan PT Triforma, “Perusahaan saya berinvestasi dengan Venansius Niek Widodo. Setahu saya Venansius menjadi salah satu direktur di PT Triforma,” jawabnya.

Diakhir persidangan, saksi Sutanto mengeluh kepada hakim tunggal praperadilan ini tentang kebingungan dirinya. “Saya bingung yang Mulia. Sebetulnya urusan saya hanyalah pribadi dengan Indra Winoto, tapi kok dikait-kaitkan dengan urusannya Triforma. Ini kan saya menjadi bingung,” pungkas saksi Sutanto Sudrajat. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait