JAKARTA, beritalima.com – Harmonisasi, Pembulatan dan Penerapan Komsepsi RUU Tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Beberapa Anggota Komite II DPD RI bersama Ketua Tim Penyusun RUU tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), juga dengan Staf Ahli Komite II di depan pimpinan Panitia Perancang Undang – Undang (PPUU) DPD RI Baiq Diyah Ratu Ganefi dalam menyimpulkan pointer Rapat PPUU dalam rangka pengesahan RUU PVT.
Dalam pandangan mininya, Kamis (8/12/2016) di Ruanf Rapat PPUU, Anang Prihantoro, Anggota DPD RI asal Provinsi Lampung, menyampaikan bahwa sesuai dengan Program Kerja Komite II di bidang Legislasi, Komlte II telah menyusun RUU tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Pada awalnya, RUU ini bersifat perubahan 50%. Namun setelah Tim Ahli melaksanakan penelitian empirik dalam rangka menghimpun permasalahan-permasalahan terkait dengan implementasi UU No. 29 Tahun 2000, maka diputuskan untuk melakukan penggantian lebih dari 50%.
Namun beberapa hal yang melatarbelakangi perlunya penggantian Undang – Undang No.29 tahun 2000 dapat, Anang menyebutkan sebagai berikut, diantaranya adalah, Pertama, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), tidak ada satu pun dari ketentuan di dalamnya yang mengatur periindungan terhadap varietas lokal. UU PVT hanya menekankan pengaturan pada penghargaan terhadap kegiatan pemuliaan benih oleh pemulia. Padahal Indonesia sebagai negara megabiodiversity memiliki varietas lokal yang sangat besar.
Disamping itu, kara Senator asal Lampung, varietas lokal selama ini telah diupayakan masyarakat lokal secara turun temurun, sehingga perlu ada payung hukum perlindungan agar tidak dimanfaatkan secara tidak berkeadilan. Pemerintah dan pemerintah daerah juga harus bertanggung jawab terhadap perlindungan varietas lokal. Kita tentunya tidak ingin verietas lokal ini dimiliki oleh asing atau oleh mereka yang tidak berhak karena tidak adanya perlindungan terhadap varietas lokal.
Kedua, Pengembangan varietas baru sangat penting untuk daya saing bangsa Indonesia, sekarang dan ke depan, sehingga perlu dibuat aturan yang mendorong sebesar-besarnya semua pemangku kepentingan mau melakukan pengembangan varietas baru secara berkelanjutan, sesuai kebutuhan bangsa berbasis kemandirian dan berkeadilan. Selama 16 tahun masa keberlakuan UU No. 29 Tahun 2000, jumlah varietas yang telah diajukan permohonan hak PVT baru mencapai 568 varietas dan yang mendapatkan perlindungan sebanyak 360 varietas.
Berbeda dengan Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok yang telah mencapai ribuan. Padahal pengaturan tentang PVT disana hampir bersamaan dengan Indonesia. Berdasarkan kajian Tim Ahli UU PVT bersifat terlalu operasional, belum memberikan kemudahan bagi para pemulia tanaman.
Ketiga, Mengingat pentingnya pengembangan varietas, maka sangat diperlukan peran pembinaan pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengakselerasi proses pengembangan varietas baru melalui penyediaan fasilitas dan sumberdaya genetik, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pemulia tanaman dan adanya dukungan penyediaan dana bagi pengembangan pemulia dan skema perlindungan varietas yang dapat diakses semua fihak sesuai dengan kemampuannya.
Keempat, mengingat proses pengembangan varietas harus dilakukan bersamasama secara terintegrasi. maka perlu ditambahkan adanya aturan terkait peran serta masyarakat. Dan Kelima, terdapat definisi peristilahan dalam UU No.29 tahun 2000 yang harus sesuai dengan norma umum maupun intemasional. Hal ini penting agar UU PVT dapat dimplementasikan dengan baik, serta sejajar dengan peraturan internasional.
“Beberapa waktu yang lalu, PPUU telah melaksanakan harmonisasi, pemantapan dan pembulatan konsepsi atas RUU tentang PVT yang diajukan oleh Komite ll. Tentunya dalam harmonisasi, pemantapan dan pembulatan konsepsi. terdapat dinamika pembahasan yang terjadi antara Tim Ahli RUU dengan Staf Ahli PPUU. Patut disyukuri bahwa antara Tim Ahli RUU dengan Staf Ahli PPUU telah terdapat kesepahaman sehingga tidak ada substansi yang perlu diputuskan di tingkat anggota,” imbuh Anang Prihantoro. dedy mulyadi