Polda dan Bakesbangpol Kritisi Rilis Indeks Demokrasi BPS Jatim

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com | Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Jawa Timur mengalami kenaikan, dari 70,92 poin di tahun 2017 dan mencapai 72,86 poin di tahun 2018.

Kenaikan tersebut didorong oleh aspek hak-hak politik yang mengalami kenaikan 6,67 poin, dan tertekan oleh aspek kebebasan sipil dan lembaga demokrasi yang masing-masing turun 1,77 dan 0,60 poin.

Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Asim Saputra, mengatakan, tiga variabel yang mengalami peningkatan cukup signifikan adalah kebebasan berkumpul dan berserikat serta variabel peran peradilan yang independen.

“Sedangkan yang mengalami penurunan signifikan adalah variabel tentang kebebasan berpendapat dan variabel peran birokrasi pemerintah daerah,” lanjut Asim di Kantor BPS Jatim, Senin (29/7/2019).

Dikemukakan, IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi seperti kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga-lembaga demokrasi.

IDI bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat perkembagan demokrasi. Dari indeks tersebut akan terlihat perkembangan demokrasi yang dilihat sesuai dengan aspek yang diukur.

Siaran Indeks Demokrasi Indonesia Jawa Timur oleh BPS Jatim ini dihadiri Kepala Bakesbanglinmas Jatim, Jonathan Judianto, dan Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera.

Dari paparan BPS Jatim, Jonathan Judianto mempermasalahkan partipasi pemilihan perempuan yang sulit memenuhi kuota 30 persen seperti yang sudah ditentukan.

“Memang itu semuanya tergantung pilihan masyarakat. Tapi kita harus mendorong agar setiap partai politik melakukan pembinaan terutama pada kader perempuan,” kata Jonathan.

Sementara itu Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, mempersoalkan belum dicantumkannya variabel tentang panitia pengawas (panwas) dalam IDI.

“Dari 28 aspek yang diukur hanya polisi, jaksa, peradilan dan DPRD. Panwas tidak ada, padahal peran panwas sangat besar,” ujarnya.

Barung mencontohkan tentang sebuah kasus pelanggaran pemilu yang sebelum masuk ke peradilan, terlebih dahulu dituntaskan di Panwas. “Lembaga inilah yang juga menentukan apakah kasus itu masuk kategori pelanggaran administrasi atau apa,” sebutnya.

Selain itu, Barung juga mempersoalkan tidak dimasukkannya variabel tingkat ketaatan hukum publik. Padahal dalam setiap pesta demokrasi, pemilihan kepala desa misalnya, sangat rawan kasus pelanggaran hukum terutama judi.

Berdasarkan pengalamannya, pesta demokrasi di tataran pemerintahan terendah ini kerap dimanfaatkan masyarakat setempat untuk berjudi. “Mereka akan taruhan tentang calon dengan lambang apa yang akan menang, itu kerap terjadi di banyak daerah,” tambahnya. (Ganefo)

Teks Foto: Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Jatim, Asim Saputra (3 dari kanan), bersama sejumlah pihak terkait usai siaran pers IDI Jatim, Senin (29/7/2019).

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *