Polemik DPT Ganda, Begini Kata Perindo

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Menjelang Pemilu 2019 bermunculan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda yang berpotensi menimbulkan polemik.

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri DPP Partai Perindo Wibowo Hardiwardoyo mengatakan jika melihat data DPT, potensi DPT ganda sudah berusaha diatasi oleh KPU. Indikasinya dapat dilihat dari beberapa hal.

“Ada sistem deteksi pada Sidalih, bila ganda maka akan muncul notifikasi,” kata Wibowo dikonfirmasi, Jumat (7/9/2018).

Selain itu, terdapat sembilan komponen yang dapat diperbandingkan jika terdapat DPT ganda.

“DPT berbasis alamat di KTP, bukan berbasis domisili. Sehingga satu orang cenderung terdaftar satu kali, di TPS sesuai alamat KTP-nya, di manapun dia berdomisili,” ujarnya.

Adapun kasus DPT ganda yang disampaikan Bawaslu maupun parpol pada Pleno Penetapan DPT, bermula dari data Daftar Pemilih Sementara (DPS). Setelah sebagian data ganda itu dicek pada DPT secara acak, ternyata kegandaan itu sudah teratasi.

“Ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab temuan kegandaan, antara lain KTP ganda, satu orang punya dua KTP. NIK ganda, sebagaimana pernyataan Kemendagri adanya 2.000.000 orang yang memiliki dua NIK. Input di tingkat bawah kurang akurat,” terangnya.

Melihat hal itu, keputusan KPU mengundang partai politik dan Bawaslu untuk membaca data bersama dan ini merupakan cara terbaik menyelesaikan polemik DPT ganda.

“Hal itu sudah dilakukan. Dari pencermatan itu, secara umum Perindo meyakini kebenaran DPT sesuai prosedur dan sudah bagus,” ungkap Wibowo.

Meski begitu, lanjut Wibowo, kemungkinan terdapat DPT ganda masih tetap ada. Namun mustahil bila jumlahnya sampai 25 juta pemilih.

Sebab, bila dari penetapan DPT yang berjumlah 187.781.884 pemilih dikurangi 25 juta pemilih akan menyisakan kurang lebih 162 juta pemilih yang terdaftar.

“Maka akan terlalu kecil dibandingkan pemegang e-KTP. Jauh sekali dari jumlah penduduk dewasa Indonesia yang di atas 200 juta,” ucapnya.

“Bila kegandaan kecil masih terjadi, dalam batas 1%-2%, maka KPU harus segera mengeksekusi dengan menghapusnya dan menyisakan satu nama yang valid. Dan mekanisme penghapusan itu tidaklah sulit, yang penting dilakukan secara transparan, sehingga dapat diterima semua pihak, khususnya peserta Pemilu dan Bawaslu,” tambah Wibowo.
(rr)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *