SIDOARJO, beritalima.com | Diduga telah melakukan tindak pelanggaran UU ITE, pengacara berinistial GL dan TL ditangkap Polresta Sidoarjo di rumahnya, di Griya Kebraon Tengah, Surabaya, Senin (18/01/2021) pagi.
“Kedua tersangka, GL dan TL, kami jerat pasal 45 ayat 3 jo Pasal 37 ayat 3 tentang ITE, atau Pasal 310 KUHP jo 207 KUHP atau 316 ayat 1,” kata Kasatreskrim Polresta Sidoarjo, Kompol Wahyudin Latif.
Dijelaskan, penangkapan terhadap kedua tersangka dilakukan karena sudah 2 kali dipanggil Polresta Sidoarjo, yakni pada 6 Februari 2020 dan 7 Juli 2020, tidak menanggapi.
Kasus ini bermula dari laporan Pengadilan Negeri Sidoarjo bernomor : LPB/303/ VIII/2018/JATIM/RESTA SDA tertanggal 25 Agustus 2018 lalu. Tersangka GL dan istrinya disebut-sebut telah membuat gaduh dalam proses persidangan di PN Sidoarjo oleh mereka di media sosial. Dari sanalah PN Sidoarjo merasa dirugikan kemudian melapor ke Polresta Sidoarjo.
“Atas laporan PN Sidoarjo, kami melakukan penyelidikan dan penyidikan yang akhirnya keduanya ditetapkan menjadi tersangka. Karena berkas sudah P21 terjadilah penangkapan pagi ini, yang sebelumnya pihak tersangka sudah kami lakukan panggilan dua kali tapi tidak ada tanggapan,” ungkap Wahyudin.
Proses penangkapan kedua tersangka yang berprofesi pengacara tersebut menjadi viral di akun Instagram sintaangelica. Drama penangkapan yang dipertontonkan di video tersebut antara pihak Polresta Sidoarjo dan keluarga tersangka menjadi ramai tanggapan oleh warganet. Histeris penolakan dan tidak terima keluarga terhadap penangkapan tersangka GR dan TR itu tampak jelas tergambar di video tersebut.
Secara terpisah awak media menghubungi pihak GR melalui sambungan seluler pribadinya untuk mengklarifikasi atas kejadian yang menimpanya Senin pagi tersebut.
GR menjelaskan bahwa proses penangkapan yang dilakukan oleh Polresta Sidoarjo tidak sesuai aturan KUHP pasal 09 ayat 02 dan serta tidak mengindahkan PERKAP No.8 Tahun 2009. Proses penangkapan itu sangat arogan dan tidak profesional dengan alasan pihak Polresta sudah melayangkan surat panggilan dua kali.
Dijelaskan oleh GR, surat panggilan pertama pada Februari 2020 sudah dibalas dengan surat permohonan untuk melakukan penangguhan proses hukum, karena dirinya sedang konsentrasi untuk menyelesaikan proses perkara yang ditangani. Dan untuk surat panggilan kedua yang infonya dikirim pada bulan Juli 2020, GR mengaku tidak menerimanya.
“Surat panggilan kedua yang dikirim lewat kantor pos oleh Polresta, kami benar tidak menerima. Pagi ini mendadak mereka mau jemput paksa. Kami terus terang protes karena SOP-nya tidak berpatokan pada KUHP dan PERKAP No.8 Tahun 2009,” jelas GR yang berprofesi pengacara ini.
Pihak GR berharap penegakan hukum di Sidoarjo tidak pandang bulu dan harus berpedoman aturan KUHP dan PERKAP No 8 Tahun 2009. (Ef)