Polemik Pesta Demokrasi Pilkades Serentak

  • Whatsapp

Oleh: Wahyu Sesar Nugraha, S.H***

Sebagian masyarakat Kabupaten Madiun, Jawa Timur, telah usai melaksanakan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak (16/10), lalu.

Akan tetapi, pesta demokasi yang telah dilaksanakan tersebut menyisakan polemik. Secara konstitutional, masyarakat dapat menyampaikan hak pilihnya melalui surat suara di masing-masing TPS (tempat pemungutan suara), dimana masyarakat tersebut terdaftar.

Namun justru di beberapa desa pada tahapan perhitungan suara, terdapat surat suara yang dianggap tidak sah. Sebagian besar surat suara yang dianggap tidak sah tersebut adalah surat suara coblos tembus. Yaitu surat suara yang memiliki tanda coblos pada salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon Kepala Desa dan tembus secara simetris,namun tidak mengenai kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon Kepala Desa lain.

Tidak cukup sampai disitu, terdapat juga surat suara calon Kepala Desa dari desa lain yang telah dibubuhi tanda tangan dan stempel Panitia Pemilihan Kepala Desa di Desa Kertobanyon, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, dan diberikan kepada salah satu masyarakat Desa Kertobanyon yang hendak melakukan pemungutan suara.

Penulis yang mempunyai hak pilih di saat Pilkades di Kertobanyon, turut serta menyampaikan hak pilihnya dan juga mengikuti rangkaian Pilkades di Desa Kertobanyon. Mulai pemungutan suara
hingga penghitungan suara yang dilakukan oleh panitia.

Untuk diketahui, dasar hukum mengenai surat suara dinyatakan sah dan tidak sah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Madiun Nomor 31 Tahun 2019 tentang Kepala Desa, yang secara rinci diatur dalam pasal 61 ayat (1) dan (2 ). Hal tersebut yang dijadikan dasar oleh panitia Pilkades dalam menetapkan surat suara coblos tembus simestris dianggap tidak sah.

Adanya polemik seperti ini, sangat disayangkan dan mencederai pesta demokrasi. Regulasi mengenai surat suara sah telah diatur dalam Pasal 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa, yang salah satu isinya berbunyi tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, nama Calon yang telah ditentukan. Isi pasal 40 huruf (c) tersebut, dapat ditafsirkan surat suara yang tercoblos dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, nama dan foto salah satu calon yang tanda coblosnya tembus secara simetris, maka dianggap sah karena tidak mengenai kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon Kepala Desa lain.

Hal tersebut selaras dengan surat yang dikeluarkan oleh Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Dirjen Bina Pemerintahan Desa Nomor 140/3025/BPD tentang Penjelasan terkait surat suara sah dan tidak sah pada pemilihan Kepala Desa di Desa Senibung yang difasilitasi oleh panitia pemilihan kepala desa tingkat kabupaten. Dimana pada Pemilihan Kepala Desa di Desa Senibung Tahun 2018 yang lalu, terdapat 35 surat suara yang memiliki tanda coblos pada salah satu kotak segi empat dan tembusan tidak mengenai kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon lain dinyatakan sah oleh Kementrian Dalam Negeri. Karena menurut Kemendagri, hal tersebut sesuai dengan Pasal 40 huruf (c) Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa.

Maka seharusnya dengan adanya surat penjelasan yang dikeluarkan oleh Kemendagri tersebut dapat dijadikan dasar oleh panitia Pemilihan Kepala Desa dalam proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa.

Kemudian, esuai dengan Pasal 70 Peraturan Bupati Madiun Nomor 31 Tahun 2019 tentang Kepala Desa, bahwa perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara berjenjang mulai tingkat desa, kecamatan hingga Bupati yang wajib memfasilitasi penyelesaian perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa tersebut. Pada tahapan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa tingkat Bupati, maka Bupati dapat melakukan langkah-langkah konkrit.

Misalnya dengan mengirim surat kepada Kemendagri serta meminta penjelasan mengenai surat suara sah dan tidak sah sebagaimana diatur dalam Pasal 40
Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa. Karena penting kaitannya dalam menjalankan demokrasi yang lebih baik dan memberikan kepastian hukum.

Pada prinsipnya, suatu produk hukum harus memiliki unsur “kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan” dalam membuat suatu produk hukum (Peraturan Perundang-Undangan) harus mengedepankan asas-asas hukum yang salah satunya adalah “Lex Superior Derogat Legi Inferior”. Artinya, Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah apabila mengatur hal yang sama, serta harus memperhatikan hierarki Peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

***Penulis adalah praktisi hukum pada Firma Hukum LBH Pemuda Pancasila di Kota Madiun, Jawa Timur.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *