Polisi Siber Harus Ditopang UU ITE yang Lebih Demokratis

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Keberadaan polisi siber positif untuk menyehatkan ruang digital. Namun, kerja polisi siber harus ditopang dengan aturan hukum yang lebih demokratis berupa perubahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Hal itu mencuat dalam webinar ‘Urgensi Polisi Siber dalam Demokrasi Indonesia’ yang digelar Forum Konstitusi dan Demokrasi (Fokdem) di Jakarta, Jumat (12/3).

Anggota Komisi III DPR RI, Heru Widodo mengatakan, keberadaan polisi siber harus ditopang dengan aturan hukum yag lebih adaptif dengan perkembangan saat ini. “UU ITE sangat lemah dalam melindungi data pribadi, sehingga memungkinkan akun di media sosial untuk diretas. Untuk menghindari itu, UU ITE perlu direvisi,” ujar Heru.

Ditambahkan Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI ini, keberadaan polisi siber penting untuk memberi perlindungan masyarakat agar tidak melanggar hukum saat berselancar di dunia maya. “Saya kira, polisi siber memiliki nilai penting untuk memproteksi masyarakat terjerat UU ITE,” kata dia.

Dalam kesempatan serupa, Direktur Ekesekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum), Ferdian Andi menilai Polisi Siber yang keberadaannya berdasar kepada Surat Edaran (SE) Kapolri No: SE/2/11/2021 tentang kesadaran Budaya Beretika untuk mewujudkan ruang digital yang bersih, sehat dan produktif dengan mengedepankan sisi preventif daripada penindakan.

“Saya melihat ada perubahan pola dari SE era Kapolri Badrodin tahun 2015 yang cenderung kuat sisi penindakan dengan SE Kapolri baru tahun 2021 yang mengedepankan sisi pencegahan,” kata Ferdian.

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta itu menilai, selama ini berbagai aturan mengenai siber cenderung melakukan pendekatan jalan pintas berupa penindakan kepada masyarakat. “Padahal ada sisi edukasi literasi yang jauh lebih penting di ranah siber ini. Apalagi perkembangan pengguna internet di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat,” tegas Ferdian.

Karena itu, Ferdian menyebutkan, keberadaan Polisi Siber akan lebih komprehensif bila terdapat perubahan UU ITE yang banyak mendapat kritik dari publik. “Sayangnya, perubahan UU ITE tidak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Padahal, kalau perubahan UU ITE dilakukan tahun ini dengan mengakomodasi berbagai catatan dari publik, keberadaan polisi siber akan lebih memiliki makna,” sebut Ferdian.

CEO One Click Democracy (OCD) Irwan Saputra mengatakan, masih terdapat sentimen negatif dimasyarakat mengenai keberadaan polisi siber. Penyebabnya ada persepsi ancaman yang membuat masyarakat merasa di mata-matai dengan aktivitasnya di dunia maya, adanya korban UU ITE yang terkena pasal karet, diperkeruh dan dipengaruhi buzzer, kurangnya sosialisasi dan edukasi ke masyarakat dengan adanya tim siber itu.

“Dari segi image, mengubah tampilan dengan image yang lebih humanis. Dari segi regulasi, ikuti aturan main yang telah diterbitkan kapolri SE/2/11/2021. Dari segi komunikasi, ciptakan komunikasi terbuka, yang asik dan mudah dipahami semua kalangan. Dan yang terakir dari segi edukasi, edukasilah masyarakat lebih utama daripada menertibkan dan menghukum” ujar Irwan Saputra.

Di bagian akhir diskusi, Ketua umum Fokdem, Achmad Dzulfadli berharap dengan adanya Webinar mengenai Polisi Siber ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Polisi Siber serta kesadaran dalam bemedia social yang baik dan aman. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait