JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Dr Didik Mukrianto mempertanyakan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat yang meloloskan enam terpidana kasus sabu-sabu 402 kilogram yang dikemas mirip bola.
“Untuk kejahatan luar biasa seperti narkoba dan barang bukti demikian banyak, majelis hakim bukan memberikan hukuman maksimal, malahan mengurangi hukuman teerhadap terdakwa. Putusan PT Jawa Barat ini teentu mengagetkan dan menimbulkan tanda tanya besar,” politisi dari Dapil IX Provinsi Jawa Timur tersebut dalam keterangannya yang diterima Beritalima.com, Senin (28/6) siang.
Didik mengatakan, hukuman mati terhadap pelaku kejahatan narkoba bukan hanya untuk memberikan ganjaran setimpal atau efek jera semata. Namun, yang tak kalah penting melindungi masyarakat, menyelamatkan anak bangsa dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.
“Indonesia telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam UU Narkotika. Karena itu, Pemerintah Indonesia justru punya kewajiban menjaga warga negaranya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal,” ucap Didik.
Pria kelahiran Magetan, Jawa Timur, 21 Juni 1974 tersebut mengatakan,
dalam konvensi internasional itu, Indonesia telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa sehingga penegakan hukumnya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal. “Salah satu perlakuan khusus itu dengan cara menerapkan hukuman berat, pidana mati,” kata Didik.
Menurut dia, meski independensi hakim harus dihormati, tetapi bukan berari pengurangan hukuman kejahatan narkoba yang melibatkan 402 kg sabu-sabu dapat mengusik nalar dan logika sehat publik. Tidak bisa dibayangkan daya rusak sabu 402 kg tersebut terhadap generasi bangsa.
“Kejahatan yang tidak termaafkan. Masih ada langkah Jaksa untuk melakukan kasasi. Untuk keadilan dan untuk melindungi kepentingan generasi yang lebih besar lagi Jaksa harus kasasi,” ucap dia.
Karena itu, Didik meminta masyarakat mengawasi setiap perilaku hakim. Jika masyarakat melihat ada perilaku hakim yang tidak sepantasnya, apalagi terbukti memberi toleransi terhadap kejahatan atau bahkan ikut menjadi bagian kejahatan termasuk kejahatan narkoba, masyarakat dapat melaporkan ke pihak yang berwajib atau kepada Komisi Yudisial.
“Selain itu saya berharap Komisi Yudisial terus melakukan pengawasan yang intensif dan berkesinambungan terhadap hakim-hakim yang berpotensi berperilaku menyimpang,” demikian Didik Mukrianto. (akhir)