JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto berharap penelitian, pengembangan, pengkajian dan Penerapan (Litbang Jirap) yang dilakukan lembaga dan badan riset yang ada seperti Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) harus dengan pendekatan demand (permintaan) dan tidak selalu mengandalkan supply (penawaran).
“Saya sepakat dengan Batan, pendekatan Litbang Jirap itu juga harus demand dan tidak melulu supply site. Seperti pesawat N219 yang saya tahu, merupakan demand dari PT Dirgantara Indonesia (DI),” ujar Mulyanto saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Kepala Batan dan LIPI beserta jajaran di ruang rapat Komisi VII DPR RI Komplek Parlemen Senayan Jakarta, pekan ini.
Ketika itu, lanjut wakil rakyat Dapil III Provinsi Baten tersebut, diajukan dana ke Kementerian Perindustrian. Namun, karena masih dalam bentuk riset akademik (bukan riset industri), pengajuan dana atau anggarannya harus ke Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
Karena itu, masuklah anggaran penelitian N219 ke Kemenristek dan masuk APBN melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). “Tahun depan pesawat jenis itu diproduksi dalam skala industri kemudian tahun berikutnya N219 seri amphibi juga diproduksi,” kata laki-laki yang pernah mengabdi di PT DI ini.
Pria kelahiran Jakarta, 26 Mei 1963 tersebut mengatakan, berbagai usulan lembaga penelitian tersebut jika tidak jelas ujungnya dan siapa pelaku hilirisasinya, akan sulit terwujud. “Dan, riset hanya akan berhenti sebatas prototype atau paling tidak ke paten (pemilikan hak paten-red). Walaupun saya akui, LIPI patennya sangat bagus.”
Dari sana, pria bergelar doktor teknologi ini mengusulkan agar Komisi VII DPR RI, Batan, LIPI dan Litbang Jirap lainnya mengundang Kementerian Perindustrian untuk mengetahui apa demand-nya. Jika perlu, juga mengundang Kementerian Pertanian. Sehingga demand-nya clear, industrinya juga clear.
“Saya meyakini kalau inovasi yang hanya didorong oleh riset, tidak akan jadi barang. Inovasi itu aktornya entrepreneur yang punya hidung tajam. Ini yang harus disepakati. Karena jika terus seperti ini, hanya riset, supply, tidak berdasarkan pada demand atau permintaan industri dan kebutuhan maka Kemenristek akan muter-muter saja, tanpa ujung,” tambah dia.
Ke depan, Mulyanto berharap betul ketika memutuskan produk riset unggulan, sektor hilirnya harus sudah clear kurun waktu lima tahun dan termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dia juga berharap Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang bakal dibentuk Menristek menjadi loncatan besar bagi bidang riset dan industri. (akhir)