Polri Turut Selamatkan Arah Reformasi Indonesia

  • Whatsapp
Apel di halaman Komplek Parlemen oleh Asops Kapolri Komjen Pol Syahroedin ZP (foto: istimewa)

Jakarta, beritalima.com| – Salah satu peristiwa penting yang patut diketahui oleh masyarakat Indonesia di awal era Reformasi (1998), adalah saat terjadinya Sidang Istimewa MPR pada Juli 2001. Mengapa? Karena saat itu, Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, sempat mengeluarkan Dekret Presiden yang ingin membubarkan Parlemen atau DPR.

Namun karena tidak didukung oleh mayoritas anggota DPR serta Polri dan TNI, Dekret Presiden tersebut langsung digagalkan atau dicabut mandat Gus Dur sebagai Presiden Republik Indonesia melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001.

Pihak yang harus bekerja ekstra keras saat sebelum dan setelah terbitnya Dekret Presiden adalah Polri dan TNI. Mengapa Polri? Inilah yang dikupas dalam buku berjudul “Menyelamatkan Reformasi: Polri Diantara Dekret Presiden dan Sidang Istimewa MPR 2001”, ditulis oleh Hesma Eryani, M. Abriyanto dan Budi Sanjaya.

Buku setebal 219 halaman yang diluncurkan di Gedung DPR/MPR ini pada awal Agustus 2025, digagas oleh para purnawirawan Polri lalu didukung penuh oleh Komjen Pol (Purn) Syahroedin ZP SH yang saat peristiwa Dekret Presiden Juli 2001 menjabat sebagai Deputi Operasi Kapolri. Syahroedin ZP pula yang bertindak sebagai Inspektur Upacara saat Apel bersama anggota DPR/MPR di komplek Parlemen jelang Dekrit Presiden.

Konflik yang berkepanjangan antara Presiden dan DPR saat itu, membuat Presiden membutuhkan dukungan penuh dari Polri dan TNI. Caranya, Kapolri dan Panglima TNI harus yang menuruti kehendak Presiden.

Yang terjadi di lapangan tidak demikian. Kapolri ketika itu dijabat oleh Jenderal Polisi Suroyo Bimantoro, dimana sejak awal kepemimpinannya, sering bereberangan dengan kebijakan Presiden. Itu sebabnya, Presiden mempersiapkan pergantian Kapolri dan menunjuk Komisaris Jenderal Polisi Chaerudin Ismail untuk menggantikan Bimantoro.

Yang menjadi menarik, Bimantoro tidak bersedia digantikan. Dengan alasan jelas, ia mematuhi aturan konstitusi, yakni hanya ingin digantikan apalagi dapat persetujuan DPR, sesuai aturan yang berlaku ketika itu. Tarik-menarik inilah yang membuat tekad Presiden memaksakan kehendaknya dan tetap melantik Chaerudin Ismail sebagai Kapolri.

Di sinilah masalah memanas, karena ada “Kapolri Kembar”. Ini bukan pilihan yang mudah bagi Polri, tapi inilah jalan keluar terbnaik untuk menyelamatkan masa depan reformasi. Pilihan ini membuktikan bahwa Polri tetap solid dan tegar berdiri untuk bangsa Indonesia.

Polri menolak untuk dipecah belah dan dijadikan alat penguasa. “Buku ini mencoba merekam detik-detik menegangkan saat terbitnya Dekret Presiden, yang kemudian disusul dengan digelarnya Sidang Istimewa MPR 2001, langsung dari pengakuan para pelaku sejarah di dalamnya. Sekaligus buku ini membuktikan peran Polri turut menyelamatkan jalannya reformasi,” ucap Kombes Pol (Purn.) Safri DM, Alumni Akabri Pertama 70 ‘Waspada’, dalam siaran persnya di Jakarta (20/10).

Jurnalis: rendy/abri

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait