JAKARTA, Beritalima.com– Potensi maritim Indonesia sangat luar biasa besarnya. Dengan lautan yang lebih luas dari daratan, hampir 64 persen kekayaan alam Indonesia ada di perairan atau laut dan hal itu menjadi berkah tersendiri buat bangsa Indonesia.
Jika semua itu dikelola maksimal, kata Wakil Ketua MPR RI, Dr Jazizul Fawaid dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Pengelolaan dan Pemberdayaan Wilayah Kepulauan dan Pesisir’ di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, akhir pekan ini, tentu sangat berdampak baik buat kesejahteraan rakyat Indonesia.
Hadir juga sebagai pembicara Anggota MPR RI/Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin, Anggota MPR RI/Wakil Ketua Komisi IV DPR RI H.Dedi Mulyadi yang hadir secara virtual serta Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP RI Muhammad Yusuf.
“Namun, dari diskusi terakhir saya dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), waktu itu ada Pak Menteri, ada juga penasehat KKP, saat itu saya sampaikan, potensi laut kita, potensi maritim kita itu baru terkelola 20 persen,” ungkap politisi senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Menurut politisi yang akrab disapa Gus Jazil ini, hal itu harus mendapat perhatian lebih serius. Sebab, jangan sampai rakyat tidak mendapatkan manfaat cukup dari posisi maritim Indonesia yang sangat strategis ini bahkan dikenal sebagai poros maritim dunia.
“Jika sebagai poros maritim dunia belum bisa mensejahterakan rakyat, ini bisa menjadi pertanyaan, apakah sebutan poros itu nyata atau hanya sekedar jargon,” ungkap Gus Jazil yang mengaku dilahirkan di desa Daun Timur Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, 5 Desember 1971.
Dikatakan Gus Jazil, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam usaha mempercepat, memperluas dan memaksimalkan pengelolaan potensi maritim Indonesia, diantaranya regulasi atau kebijakan yang berubah-ubah. “Dulu ada regulasi sekian kapal tenggelam sekarang berubah, lalu lobster dulu tidak boleh sekarang berubah,” tambah dia.
Masalahnya, kata Gus Jazil, bukan soal perubahan kebijakan tapi sejauh mana seharusnya, kebijakan itu dapat memberdayakan nelayan atau masyarakat di pesisir sekaligus bisa meningkatkan pendapatan mereka. “Intinya, perlu ada konsistensi kebijakan atau regulasi yang berpihak kepada kepentingan masyarakat nelayan dan pesisir,” ucap Jazil.
Hal lain, mesti ada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi dan infrastruktur. Kuncinya yakni penyiapan SDM, fasilitas yang cukup, apakah air bersih, listrik dan lain-lain. Contoh dari kampung saya, di Pulau Bawean. Laut Bawean kaya hasil laut.
“Namun, masyarakat setempat tidak menikmati itu semua, karena tidak ada storagenya atau teknologi penyimpanan ikan, tidak ada industrinya, aliran listrik tidak cukup. Karena itu, banyak penduduk yang memilih merantau,” papar Gus Jazil.
Ditegaskan, semua itu perlu sinergitas kuat terkait kebijakan dari pusat sampai daerah, terukur, terencana dan bisa dikontrol. Yang juga harus dipahami adalah titik tekan dan dasar semua upaya memaksimalkan potensi maritim Indonesia adalah implementasi amanat Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945.
“Pasal sangat jelas, baik sebelum maupun setelah amandemen bahwa perekonomian Indonesia diatur dengan azas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang menyangkut hidup orang banyak dikuasai negara, bumi air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Sebab itu Jazil berharap, Indonesia sebagai negara kepulauan yang bisa membawa rakyatnya termasuk masyarakat pulau-pulau kecil, nelayan dan masyarakat pesisir menjadi sejahtera dan menjadi poros maritim dunia.(akhir)