JAKARTA, Beritalima.com– Perpecahan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tiga sudah tidak bisa dirajut. Selain sebagian kader sudah hengkang ke partai politik lain, sebagian besar politisi senior partai berlambang Ka’bah tersebut yang menolak Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum juga segera mendeklarasikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Indonesia.
“Beberapa bulan terakhir, kami sedang menyiapkan persyaratan yang dibutuhkan untuk mendirikan partai politik, termasuk menyusun kerangka kepengurusan mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai ketingkat paling bawah,” kata politisi senior Dr H Nizar Dahlan kepada Beritalima.com, Sabtu (12/6) siang.
Ditanya siapa yang bakal memimpin PPP Indonesia itu nanti, anggota Komisi VII DPR RI 2004-2009 tersebut mengatakan, pihaknya sudah punya beberapa nama yang bersedia memimpin PPP Indonesia.
“Yang pasti, kami siapkan dulu persyaratan administrasi PPP Indonesia untuk diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) agar segera mendapat pengesahan dari Pemerintah.
“Dalam waktu dekat kami akan mendeklarasikan PPP Indonesia. Selain karena desakan dari para tokoh yang bakal bergabung dengan partai ini, juga begitu besarnya antusias masyarakat untuk menjadi kader PPP Indonesia. Bahkan, mereka itu sebagian besar adalah pengurus, mantan pengurus serta pemilih PPP yang beberapa kali pemilu terakhir menceblos partai lain,” kata Nizar.
Ditanya, apa sebenarnya alasan Nizar meninggalkan partai lama serta membentuk PPP Indonesia, dia mengaku partai lamanya itu sudah melenceng jauh dari tujuan PPP. “Apalagi, belakangan PPP tidak lagi membela ulama sejak. Padahal, PPP selama ini dibesarkan ulama.”
Nizar melihat, PPP dibawah kepemimpinan Suharso Monoarfa membiarkan
oligarkhi dan rezim terjadi di PPP. Akibatnya, tidak lagi milik dan rumah besar umat Islam, tetapi milik segelintir orang saja yang dekat dengan kekuasaan,” kata Nizar.
Apalagi, Suharso Monoarfa bukanlah kader asli PPP. Suharso dalam kepengurusan memasukkan orang-orang yang baru menjadi kader PPP. “Yang diangkat menjadi kepengurusan di daerah juga bukan prang-orang yang selama ini membesarkan partai tetapi sejumlah pejabat di daerah. Cara, cara seperti ini sudah menimpang,” demikian Dr H Nizar Dahlan. (akhir)