Oleh :
Rudi S. Kamri
Hari ini Capres Prabowo Subianto ngamuk lagi. Kali ini sasarannya media massa dan para jurnalis. Musababnya sudah bisa duga, sang Capres kecewa berat lantaran sebagian media massa nasional tidak melakukan peliputan acara Reuni 212 hari Minggu kemaren. Bahkan dengan arogan dan emosionalnya Prabowo minta audiens yang hadir di acara peringatan Hari Disabilitas Nasional tidak perlu menghormati wartawan lagi.
Prabowo sekali lagi telah melakukan blunder yang berulang. Mengapa ?
PERTAMA
Prabowo dan kelompoknya telah dihinggapi penyakit GLORIFIKASI berjamaah seolah-olah acara yang penuh nuansa politis yang dikemas dengan acara keagamaan itu acara yang super penting. Sehingga merasa harus mendapatkan peliputan yang besar.
KEDUA
Prabowo seolah masih merasa hidup di rezim Orde Baru dimana merasa mempunyai daya paksa dan daya kontrol kepada media massa untuk melakukan peliputan kegiatan apapun yang dikehendaki.
KETIGA
Prabowo sama sekali tidak menguasai tugas dan fungsi pers di era demokrasi. Dimana pers mempunyai kebebasan penuh untuk menentukan suatu kegiatan itu sampah atau mutiara. Para jurnalis mempunyai keleluasaan untuk menentukan standar dan kriteria ‘news value’ dari setiap kegiatan dan peristiwa.
KEEMPAT
Dengan melakukan penghinaan dan mengajak masyarakat untuk tidak menghormati profesi wartawan, secara nyata Prabowo telah melakukan “press harrasment’. Semestinya Dewan Pers harus segera melakukan langkah-langkah yang seharusnya, agar tidak ada preseden tokoh publik melakukan penghinaan serupa para profesi mulia wartawan.
KELIMA
Prabowo kembali melakukan kebohongan publik dengan mengatakan bahwa jumlah yang hadir pada hari Minggu kemaren 11 juta orang. Di sisi ini logika dan akal sehat Prabowo seolah tersumbat dalam melakukan kalkulasi obyektif. Prabowo hanya menelan mentah-mentah informasi Asal Boss Senang yang disuplai anak buahnya.
KEENAM
Prabowo tidak sadar bahwa dia telah diselamatkan oleh para jurnalis dan media dengan tidak hadir dalam kegiatan politis tersebut. Bisa dibayangkan apabila para awak media semua hadir saat itu, secara pasti BLUNDER BESAR dalam penyebutan nama Nabi Muhammad SAW yang dilakukan Prabowo akan semakin mendapat peliputan yang meluas. Dan ini akan semakin mempermalukan Prabowo dan kelompoknya.
Dengan kemarahan di muka umum yang tidak terkontrol tersebut, secara nyata Prabowo telah menelanjangi dirinya bahwa sejatinya dia adalah sosok yang temperamental, emosional dan otoriter. Bagaimana mungkin figur seperti ini akan menjadi pemimpin bangsa yang majemuk ?
Untuk tvOne yang telah melakukan peliputan secara langsung, apakah bisa disebut murni hanya melakukan tugas jurnalistik ? Saya tidak yakin. Kepentingan Pemilik tvOne yang saat ini telah terpinggirkan dari pusat kekuasaan dan kepartaian sangat berperan besar dia untuk mengarahkan sikap berpihak ke kubu siapa. So, ada yang masih berani mengatakan tvOne netral ?
Sesaat lagi pasti kita akan kembali melihat para cheerleader Prabowo akan tergopoh- gopoh memberikan klarifikasi dan pembelaan diri. Biar saja, di era digitalisasi seperti saat ini rekam jejak seseorang tidak mudah diputihkan, dihapuskan atau direkayasa seperti jaman Orde Baru.
Btw gak capek ngamuk terus, Pak Wo ?
Salam SATU Indonesia
05122018