Praktik Uang Terbuka Lebar, Jazizul: Pilkada Harus Hasilkan Pemimpin Berkwalitas

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Kondisi ekonomi masyarakat yang memburuk akibat wabah pandemi virus Corona (Covid-19) yang melanda Indonesia belakangan mengakibatkan praktik politik uang pada tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 menjadi terbuka lebar.

“Ada survei dari teman-teman indikator yang menunjukkan politik uang di Pilkada kali ini cenderung lebih terbuka dibanding sebelumnya,” ungkap Peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Nurul Amalia.

Hal tersebut diungkapkan perempuan yang akrab disapa Amel ini dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 di Pilkada Serentak 2020 Demi Selamatkan Demokrasi’ Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (23/11) petang.

Selain Nurul Amalia, juga tampil sebagai pembicara Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Dr H Jazilul Fawaid, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mochamad Afifuddin.

Selain politik uang, kata Amalia, netralitas aparatur sipil negara (ASN) juga masih akan terjadi. Bahkan, mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

“Kalau kita lihat apa yang dilaporkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), memang ada datanya itu per 2 November lalu. Sedikitnya ada 802 pelanggaran netralitas ASN. Dan, itu jumlah yang sangat banyak. Memang setiap Pilkada berlangsung sejak 2015, 2017,2018, bahkan di Pemilu 2019 juga netralitas ASN itu selalu terjadi,” jelas Amel.

Fenomena intimidasi, kata Amel, juga harus menjadi perhatian aparat hukum dan penyelenggara Pemilu, dalam hal ini Bawaslu. Terutama, di daerah-daerah yang hanya diikuti satu pasangan calon, atau tunggal.
“Ada fenomena demikian di 25 daerah bercalon tunggal. Saya habis dari Raja Ampat memenuhi undangan KPU setempat. Di Raja Ampat itu calon cuma satu. Di sana juga ada kampanye masif dari kelompok masyarakat yang menolak calon tunggal.”

Contoh aksi intimidasi terhadap masyarakat juga akan menunjukkan sikap mereka dalam memperjuangkan, atau mengampanyekan kotak kosong. Peristiwa itu terjadi di Pati, Jawa Tengah. “Ini juga menjadi sorotan Bawaslu. Pilkada Pati 2017 juga calon tunggal. Ada intimidasi terhadap kelompok masyarakat yang mengkampanyekan kotak kosong. Intimidasinya bukan hanya berupa ancaman tetapi juga perusakan terhadap mobil ketua dari aliansi gerakan masyarakat itu,” kata dia.

Jazizul malah memastikan memastikan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 tetap berlangsung 9 Desember 2020. Sebab, meski kasus positif Covid-19 masih tetap tinggi tetapi tak ada tanda-tanda penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak dari Bawaslu.

Untuk itu, dia menghimbau, masyarakat perlu mendukung suksesnya pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 guna buat keberlangsungan sirkulasi kepemimpinan di daerah. “Secara administratif sesuai UU Pilkada, tidak ada masalah dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Karena itu, Pilkada harus terselenggara. Saya minta masyarakat mendukung suksesnya Pilkada Serentak 2020 untuk keberlangsungan sirkulasi kepemimpinan di daerah,” ulang dia.

Gus Jazil, demikian Wakil Ketua MPR RI ini akrab disapa, menjelaskan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 mengacu pada Perppu No: 2/2020 tentang Pilkada. Dalam salah satu pasal disebutkan, jika pada bulan Desember, wabah Covid-19 semakin besar, pelaksanaan Pilkada Serentak bisa ditunda kembali.

“Pada hari ini, kasus positif Covid-19 masih tinggi. Pelanggaran pun masih banyak. Namun tidak ada rekomendasi dari Bawaslu untuk menunda Pilkada Serentak. Maka dapat dipastikan penyelenggaraan Pilkada Serentak tetap berlangsung pada 9 Desember 2020,” kata politisi asal Pulau Bawean ini.

Menurut Gus Jazil, Indonesia bisa belajar dari Korea Selatan dan Amerika Serikat yang melangsungkan pemilihan presiden saat pandemi Covid-19. Pelaksanaannya sebenarnya sama seperti Pilkada sebelumnya. Hanya saja, Pilkada Serentak 2020 ini dibatasi protokol kesehatan Covid-19. “Pilkada Serentak tidak bisa dilaksanakan secara leluasa karena Covid-19. Jadi, ini menghambat pelaksanaan Pilkada. Misalnya para calon tidak bisa leluasa berkampanye,” kata dia.

Dia berharap Pilkada Serentak di 270 daerah ini harus menghasilkan pemimpin yang berkualitas. “Pilkada Serentak yang dilakukan pada saat pandemi Covid-19 dan ketika menghadapi resesi ini mudah-mudahan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Pemimpin yang bisa mengatasi dampak Covid-19, memperbaiki daerahnya dan mengangkat pertumbuhan ekonominya,” harap dia.

Mochamad Afifuddin mengungkapkan, Bawaslu telah mengeluarkan lebih dari seribu surat peringatan karena pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 pada masa kampanye. Pada masa kampanye 26 September – 5 Oktober, Bawaslu menguarkan 70 surat peringatan teguran tertulis dan membubarkan 48 kampanye tatap muka.

Periode 6–15 Oktober, Bawaslu mengluarkan 223 surat peringatan dan membubarkan 35 kampanye tatap muka. Periode berikutnya, 16 – 25 Oktober, Bawaslu mengeluarkan 306 surat peringatan dan membubarkan 25 kegiatan kampanye tatap muka.

Periode 26 Oktober – 4 Nopember, Bawaslu mengluarkan 300 surat peringatan dan bersama kepolisian dan Satpol PP membubarkan 33 kegiatan kampanye tatap muka. Periode 5 – 14 Nopember, Bawaslu mengeluarkan 381 surat peringatan tertulis dan membubarkan 17 kampanye tatap muka.

“Kampanye tatap muka atau pertemuan terbatas masih menjadi pilihan peserta Pilkada Serentak. Kampanye tatap muka masih diperbolehkan asal menerapkan protokol kesehatan dan tidak boleh lebih dari 50 orang,” ungkap dia.

Ditambahkan, dalam Pilkada Serentak, penyelengara dibekali dengan protokol kesehatan Covid-19, seperti masker, hand sanitizer. “Penerapan 3 M (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) menjadi objek pengawasan Bawaslu,” demikian Mochamad Afifuddin. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait