Praktisi Hukum Suhadi, SH : Carut Marut Sistem Peradilan Indonesia Tidak Bisa Dihindari

  • Whatsapp

Jakarta | beritalima.com – Lembaga peradilan sepanjang 2020 sejak bukan Januari hingga penghujung tahun. Praktisi Hukum Suhadi, SH menilai tidak kredibel. Carut marut sistem peradilan merupakan suatu fakta yang tidak bisa dihindari.

“Karena saya sebagai praktisi (hukum) yang memang ada di lapangan seringkali melihat banyak sekali keganjilan -keganjilan,” ungkap Suhadi kepada beritalima.com melalui telepon selulernya, Selasa (29/12/2020) menanggapi carut marut sistem peradilan di Indonesia.

Ia pun mencontohkan ketika menangani beberapa perkara, pengadilan kadang – kadang sangat berani merubah isi dokumentasi persidangan. Itu menurutnya luar biasa dengan alasan salah ketik dan lain-lain.

“Sehingga saya melihat harus dibenahi oleh Mahkamah Agung dan tidak boleh didiamkan,” tandas Suhadi.

Lanjut Suhadi, bukan hanya berkaitan dengan masalah itu, tapi juga penegakkan hukum bukan lagi menjadi komsumsi orang mencari keadilan. Tapi siapa yang kuat siapa yang bayar.

“Memang kajian hukum di Mahkamah Agung berkaitan dengan masalah keadilan, tentunya Ketua Mahkamah Agung yang baru ini harus berani mengambil gebrakan – gebrakan,” terangnya.

Dengan demikian diminta Suhadi, pengawasannya diaktifkan lalu pengadilan-pengadilan itu diberikan suatu pengarahan yang jelas. “Karena hukum itu untuk keadilan dan untuk masyarakat bukan untuk kepentingan,” imbuhnya.

Masih diungkapkan Suhadi, bahwa karena bicaranya sudah kepentingan akan menjadi persoalan dengan hukum sehingga rasa keadilan dalam suatu produk putusan itu, sudah tidak bernilai lagi.

“Terus juga di lembaga penyidikan, di tubuh Polri, gampang sekali menetapkan orang menjadi tersangka, inikan menjadi persoalan,” tandasnya.

Padahal menurut pandangan praktisi hukum itu, orang untuk menjadi tersangka harus terukur. Karena harus melihat benar atau tidak kasus yang menjadi obyek laporan itu kasus pidana. Karena biasanya ada kontrak kontrak kerja yang dilaporkan oleh orang – orang tertentu.

“Padahal disitu kalau kita lihat pada kontrak kerja itu larinya ke perdata bisa juga menjadi ranah pidana. Ini menjadi persoalan sampai kapan kita mau begini terus,” terang Suhadi.

Ia pun mengakui sebagai seorang relawan, meminta kepada Presiden untuk mencari terobosan berkaitan dengan masalah – masalah ini (hukum). Di Mahkamah Agung mungkin perlu duduk bersama Presiden.

“Yang saya lihat punya niat baik untuk menegakkan hukum, kepeduliannya dengan masyarakat yang begitu besar duduk bersama – sama dengan Ketua MA,” tandasnya.

Ditambahkan Suhadi terkait Kapolri, harus mencari orang – orang yang kredibel. Orang yang memang tujuannya menegakkan hukum. “Seperti saya lihat Kapolda Metro Jaya, saya cukup acungi jempol buat beliau, karena berani menerobos ruang-ruang gelap hukum (ruang yang tidak bisa dimasukin oleh siapapun),” pungkasnya.

Dia pun memikirkan bahwa dalam penegakkan hukum tidak perlu memikirkan adanya kekebalan hukum. “Kalau memikirkan seperti itu, jadi repot kapan adanya penegakkan hukum,” pungkasnya.

Reporter :Dedy Mulyadi

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait