MAKASSAR – Pemerintah Republik Indonesia dinilai belum sepenuhnya berniat melindungi pelaut Indonesia yang bekerja di kapal domestik dan kapal asing ang memiliki rute ke luar negeri. Demikian dikatakan praktisi hukum kelautan, pelayaran dan perikanan, Finsen Mendrofa, saat memberikan kuliah terbuka di hadapan ratusan mahasiswa Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar.
Finsen berkata, selama ini pelaut Indonesia masih acap kali dilecehkan hak-haknya oleh pengusaha perkapalan. Akibatnya, sering terjadi hak pelaut seperti upah banyak yang bermasalah, misalnya pengusaha tidak membayar gaji pelaut sesuai kontrak.
Semua itu bermuara karena belum ada regulasi yang mengatur standar minimal upah pelaut serta sikap tegas pemerintah menindak pengusaha perkapalan yang bertindak gegabah.
Masalah itu semakin bertambah dengan banyaknya kasus-kasus pembuatan sertifik pelaut yang sering dipalsukan, berkeliarannya calo-calo ilegal perekrut pelaut, banyaknya oknum-oknum pejabat di instansi negara yang menjadikan pelaut sebagai “ladang basah” dan kasus kecelakaan kerja dan penyelesaian perselisihan hukum.
“Hak-hak dan kewajiban pelaut sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan termasuk MLC 2006 yang sudah diratifikasi melalui Undang-Undang No. 15 Tahun 2016, tapi pelaksanaanya masih jauh dibawah standart,” kata Finsen Mendrofa Jum’at (30/3/2018).
Sebagai negara maritim terbesar di dunia, sekaligus mengembalikan marwah kehormatan pelaut Indonesia, Finsen Mendrofa bersama Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) mendorong Presiden Joko Widodo segera membentuk Badan Peradilan Maritim sebagai instrumen penegakkan hukum di laut termasuk penegakkan hukum pengusaha perkapalan dan para pelaut alias anak buah kapal.
“Betul kita sudah punya Mahkamah Pelayaran, namun Mahkamah Pelayaran bukan badan peradilan yudisial, hanya sebatas lembaga pemeriksaan dan pembinaan jika ada pelanggaran atau kecelakaan kapal. Itu sifatnya cuman administrasi saja. Bukan macam itu yang dibutuhkan pelaut Indonesia,” katanya.
Badan Peradilan Maritim yang dimaksud, lanjut Finsen, ialah badan yang menyelesaikan persoalan hukum di sektor maritim. Badan itu diusulkan berada dibawah koordinasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
“Tujuannya agar semua kasus hukum laut disidangkan di sana,” katanya.
Guna membekali pelaut-pelaut Indonesia pengetahuan tentang hukum kelautan, mengetahui hak dan kewajibannya para pelaut, Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) menggelar program Goes to Campus yang digelar di Kampus Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar.
Program tersebut juga sebagai ajang memperkuat ide pembentukan Badan Peradilan Maritim yang digagas Forkammi.
Program Goes to Campus FORKAMI di bawah pimpinan James Talakua juga untuk memperluas pembangunan sekolah-sekolah khusus di bidang pelayaran dan perikanan. Tujuannya guna mensukseskan program pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang akan mengembalikan marwah Indonesia poros maritim dan negara maritim yang berdaulat. (*)