Oleh: Saiful Huda Ems
Heboh pemukulan seorang advokat kuasa hukum Tommy Winata terhadap hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah menuai reaksi netizen yang tidak hanya melaknat advokat tsb., melainkan juga menuai saran penanganan yang cukup kontroversial. Semua netizen sepakat apa yang dilakukan oleh advokat kuasa hukum Tommy Winata (TW) tsb. jelaslah salah, itu merupakan suatu bentuk premanisme dalam dunia hukum. Akan tetapi ketika tiba pada bagaimana penanganannya, netizen khususnya para advokat seolah terbelah dua antara pendapat yang menginginkan advokat tsb. diselesaikan dalam sidang Kode Etik Advokat oleh Organisasi Advokat (OA) yang bersangkutan, dan antara pendapat lainnya yang menginginkan advokat tsb. langsung saja diproses oleh kepolisian. Untuk persoalan ini saya akan berpendapat demikian:
Pertama, bagi saya yang benar adalah pendapat terakhir, yakni langsung diproses oleh kepolisian. Memukul hakim bukan hanya merupakan tindakan contempt of court, yakni perbuatan yang dikategorikan sebagai penghinaan atau pelecehan pada lembaga peradilan, melainkan pula merupakan tindakan pidana yang dapat dikenai pasal penganiayaan, yakni Pasal 351 dan Pasal 353 KUHP yang ancaman sanksinya bisa berupa penjara 2 tahun 8 bulan dan maksimal 7 hingga 9 tahun. Pendapat yang menginginkan agar advokat tersebut cukup diserahkan pada Organisasi Advokat (OA) untuk mengadilinya saya pikir tidaklah tepat, karena OA hanya bisa sebatas melakukan sidang Kode Etik Advokat dan sanksinyapun pastilah sangat ringan, karena yang paling berat hanyalah dikeluarkannya advokat tsb. dari OA dimana ia terdaftar sebagai advokat, dan celakanya ia bisa daftar lagi di OA lainnya dan bisa kembali menjadi advokat.
Kedua, jika sebagian advokat merasa keberatan apabila tindakan premanisme advokat kuasa hukum TW tsb, diserahkan pada kepolisian dan bukan oleh OA karena menganggap bisa jadi hakim yang dianiaya itu telah melakukan pelanggaran hukum, itu bagi saya juga tidak tepat. Kenapa harus melakukan penganiayaan pada hakim jika saja hakim melakukan pelanggaran hukum? Kenapa advokat yang bersangkutan tidak melaporkan hakim yang dianggapnya bermasalah pada Komisi Yudisial? Bukankah Komisi Yudisial juga bertugas dan berwenang mengadili hakim-hakim yang nakal atau bermasalah dengan hukum? Dan bila dalam prosesnya, Komisi Yudisial menemukan bukti kuat bahwa hakim itu melakukan kesalahan, Komisi Yudisial dapat memberikan berbagai sanksi diantaranya: menahan gaji hakim tsb, menahan kenaikan pangkatnya, menonaktifkannya sementara (non palu), atau memberhentikannya baik secara hormat maupun tidak hormat pada hakim itu.
Keadilan haruslah ditegakkan, dan itu antara lain adalah dengan cara menjaga terciptanya kepastian hukum. Apabila keadilan ditegakkan tanpa adanya kepastian hukum, dimana tugas dan kewenangan institusi lembaga peradilan serta organisasi advokat tidak diperhatikan, yang akan terjadi kemudian adalah dualisme atau ambivalensi penegakan hukum, dan inilah cikal bakal terjadinya ketidak pastian hukum itu, karenanya hal seperti itu haruslah kita hindari. Advokat adalah profesi yang sangat mulia dan terhormat (Officium Nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesinya sebagai penegak hukum di pengadilan advokat itu sejajar dengan jaksa dan hakim, dan yang dalam menjalankan profesinya berada dalam perlindungan hukum, undang-undang dan kode etik advokat. Karena itu tindakan premanisme yang dilakukan oleh advokat kuasa hukum TW merupakan bentuk pelanggaran hukum, undang-undang dan kode etik advokat. Penjarakan saja !…(SHE).
22 Juli 2019.
Saiful Huda Ems (SHE). Advokat dan Penulis.