Oleh:
Rudi S Kamri
Di tengah kesibukan Presiden Jokowi dalam mengatasi masalah penyebaran virus corona yang belum tuntas diatasi ini, tiba-tiba harus direpotkan dengan ulah salah seorang Staf Khusus Presiden yang bernama Andi Taufan Garuda Putra. Bagi saya apapun alasannya yang dilakukan oleh anak muda ini suatu blunder besar yang sangat merusak citra birokrasi di sekitar Istana.
Andi dalam jabatan sebagai Staf Khusus Presiden secara gegabah telah membuat surat ber-kop Sekretariat Kabinet yang ditujukan kepada semua Camat seluruh Indonesia. Surat itu berisi permintaan kepada perangkat desa di seluruh wilayah Indonesia agar mendukung relawan Amartha dalam menangani penyebaran Covid-19 dengan menggunakan aplikasi yang dibuat oleh Amartha. Perlu diketahui publik bahwa Andi ini merupakan Founder dan Chief Executive Officer (CEO) dari PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
Selain menabrak aturan kepatutan, surat yang dibuat Andi Taufan ini juga menabrak semua alur birokrasi yang ada. Entah karena ketidaktahuan dia terhadap jalur administrasi pemerintahan atau sebuah kesengajaan, dia dengan gegabah melompati Gubernur, Bupati dan Walikota langsung bersurat ke Camat. Hal ini tentu saja merupakan ketidaklaziman yang sangat parah dan kebangetan.
Mungkin niatnya baik, tapi niat baik harus dibarengi dengan cara yang baik pula. Kalau dia yang secara terang benderang punya ‘vested interest’ dengan Amartha, agak susah dinalar kalau dia mengelak tidak sedang memanfaatkan jabatannya demi keuntungan diri sendiri. Jadi apapun dalihnya, yang dilakukan Andi ini adalah sebuah aib yang sangat mengganggu citra birokrasi pemerintahan. Seolah hanya selevel Staf Khusus bisa seenak udelnya menabrak semua aturan dan etika birokrasi yang susah payah sedang dibersihkan citranya oleh Presiden.
Anak muda kelahiran Jakarta, 24 Januari 1987 ini secara terang benderang telah mencederai kepercayaan yang diberikan oleh Presiden. Meskipun dia sudah minta maaf dan mencabut surat dimaksud, tapi dia telah dengan ceroboh merusak kehormatan lembaga kepresidenan. Secara sadar dan sengaja Andi Taufan ini telah mempermalukan korps Staf Khusus Presiden. Dia serupa cacing kremi yang mengganggu pencernaan, yang harus segera dibuang agar tidak semakin menjalar dan merusak tubuh.
Jadi saran saya kepada Presiden Jokowi, untuk menegakkan marwah dan kewibawaan lembaga kepresidenan, satu-satunya jalan harus segera memberhentikan Andi Taufan dari jabatan Staf Khusus Presiden. Langkah ini merupakan ‘detterent effect’ atau efek jera bagi lingkaran dalam Istana agar tidak bertindak serampangan dan seenaknya memanfaatkan jabatan.
Di sisi lain Presiden Jokowi harus menegur keras Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi karena yang dikerjakan Andi Taufan ini adalah domain dari Kemendes PDTT. Karena sudah menjadi pembicaraan publik dari proyek ini tercium aroma tidak sedap adanya kolusi dengan orang dalam Kemendes PDTT. Sekretaris Jenderal Anwar Sanusi yang konon merupakan “penguasa defacto” Kemendes PDTT yang juga adik ipar Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB juga harus bertanggungjawab atas hal ini. Karena konon kabarnya dia yang meloloskan proyek ini.
Bencana pendemi Covid-19 harus dijadikan momentum oleh Presiden Jokowi untuk membersihkan “cacing kremi” di lingkaran dalam Istana dan beberapa Kementerian. Agar orang-orang yang memanfaatkan jabatan atau mengambil keuntungan dari kondisi darurat ini segera disingkirkan. Siapapun dia, referensi dari manapun atau dari partai apapun.
Karena kelakuan mereka dan efek yang ditimbulkannya jauh lebih berbahaya dibanding virus corona.
Salam SATU Indonesia
15042020