Oleh:
Rudi S Kamri
Kesan awal apa yang kita ambil saat bertemu Presiden Jokowi ? Hampir semua orang sama kesannya dengan saya. Beliau orang yang santun, berpikir simple, terbuka terhadap masukan, selalu menyimak omongan kita sambil mencatat di notebook kecil di depannya dan kemudian langsung merespons dengan cepat apabila ada masukan bagus dan perlu tindak lanjut segera.
Seperti saat beliau menerima masukan perlunya Presiden bersikap jelas dan tegas menyikapi maraknya kasus intoleransi yang merebak di negeri ini. Seperti kejadian di Tangjung Balai Karimun dan Minahasa. Beliau langsung perintahkan Kapolri untuk mengambil tindakan tegas dan Presiden langsung bicara dengan ‘loud n clear’ di media tentang sikap Pemerintah dalam menghadapi kasus intoleransi.
Sesaat setelah statement Presiden muncul di media, rakyat Indonesia termasuk saya merasa tenang. Karena kita merasa ‘NEGARA’ hadir di tengah- tengah kita saat ada masalah krusial terjadi. Tinggal kita tunggu implementasi dan eksekusi dari anak buah Presiden dalam menerima instruksi Presiden.
Implementasi dan Eksekusi. Sayangnya inilah masalah krusial dan pelik dari administrasi pemerintahan Presiden Jokowi. Terlalu sering Menteri, Dirjen, Gubernur, Bupati dan Walikota dan aparat lain tidak dengan cepat merespons dan mengeksekusi instruksi dari Presiden Jokowi. Malah yang terjadi anak buah Presiden sering menunda dan bahkan melakukan improvikasi terhadap perintah Presiden. Yang terjadi realisasinya malah jadi melenceng jauh dari harapan.
Sebagai contoh kekecewaan ratusan ribu masyarakat sepanjang jalur pantura yang terkena dampak pembangunan jalan tol. Para pedagang makanan, pekerja restoran, tukang tambal ban, penjual minuman dan lain-lain jadi kehilangan pekerjaan karena tidak ada pembeli akibat konsumen pengendara mobil lebih memilih lewat jalur jalan tol ke Jawa. Sebelumnya Presiden sudah memberi instruksi kepada para Menteri dan Kepala Daerah terkait untuk mencari solusi cepat atas nasib mereka. Tapi kenyataanya ? Mereka ‘do nothing’. Dan mereka tetap kehilangan mata pencaharian dan tentu saja serta merta menyalahkan Jokowi.
Ini masalah klasik dan menjadi catatan serius dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Banyak contoh lain yang terjadi. Jadi tidak aneh kalau Presiden Jokowi sempat mengeluh. “Masak semua masalah harus ke saya sih. Terus menteri dan yang lain kerjanya apa ?” Kurang lebih demikian keluhan Presiden Jokowi.
Ada upaya terobosan dan perbaikan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi yaitu dengan memperluas portofolio Kantor Sekretariat Presiden (KSP).Tupoksi KSP saat ini juga memantau dan memastikan semua program Pemerintah dan instruksi Presiden ter-deliver dengan baik dan seperti seharusnya. Untuk menjalankan tupoksi ini dibutuhkan Pimpinan dan teamwork dari KSP yang mumpuni dan 100% loyal kepada Presiden Jokowi. Sudahkah seperti itu ? Sayangnya menurut hemat saya, jauh panggang dari api. Alias masih jauh dari harapan.
Pada periode lalu banyak keluhan dari masyarakat bahwa banyak masukan untuk Presiden yang melalui KSP banyak yang tidak tersampaikan, dijegal bahkan diadopsi paksa oleh oknum Pimpinan KSP. Akhirnya banyak yang kecewa dengan KSP.
Penambahan tupoksi KSP oleh Presiden sayangnya tidak dibarengi dengan keberanian perombakan secara total personalia KSP. Konon di KSP masih terjadi nepotisme dan perekrutan yang tidak transparan dan titipan ‘seseorang’. Kalau dengan formasi pimpinan KSP tetap seperti sebelumnya, jangan heran kalau efektitivitas hasil kerja KSP akan tetap seperti dulu. Alias podo wae, sami mawon.
Jujur saya kasihan dengan Presiden. Terlalu banyak masalah yang tidak terselesaikan di jajaran di bawah akhirnya harus diselesaikan oleh Presiden. Sebagian pembantu Presiden bukan membantu untuk meringankan beban, yang terjadi malah jadi beban Presiden.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan ? Presiden harus berani melakukan perombakan personalia lingkaran terdekatnya. Efektitivitas kerja di Istana harus mulai disederhanakan. Pembantu terdekat Presiden seharusnya tidak boleh menjauhkan Presiden dari masalah aktual yang terjadi. Pembantu terdekat Presiden jangan lingkari Presiden dengan birokrasi kaku dan gula-gula Asal Bapak Senang. Disamping itu pembantu Presiden di bidang yang sensitif seperti Agama, Perdagangan, Kementerian Desa dan Kominfo jangan lagi diberikan pada sosok kaleng-kaleng yang sering membuat blunder dan sekedar cari panggung.
Banyak pekerjaan besar di depan mata seperti pembangunan SDM, infrastruktur, pemindahan ibukota dll yang belum nampak progresnya. Jadi dibutuhkan teamwork yang kualified dan solid. Bukan sosok yang gemar merusak irama permainan yang susah payah dibangun oleh Presiden.
Presiden Jokowi harus menyiapkan ‘soft landing’ yang cantik di 2024. Dan itu bukan pekerjaan mudah.
Salam SATU Indonesia
16022020