JAKARTA, Beritalima.com | Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan hendaklah tidak dipandang sebagai perpindahan kantor pemerintahan semata. Lebih dari itu, Presiden ingin perpindahan ibu kota menandai perubahan budaya dan sistem kerja.
Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas tentang pemindahan ibu kota di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.
“Saya ingin mengingatkan bahwa perpindahan ibu kota ini jangan dilihat sekadar sebagai pemindahan kantor pemerintahan. Bukan sekadar pindah lokasi. Tetapi kita ingin ada sebuah transformasi. Pindah cara kerja, pindah budaya kerja, pindah sistem kerja, dan juga ada perpindahan basis ekonomi sehingga saya sampaikan kemarin juga bahwa sebelum kita pindah sistemnya sudah ter-_install_ dengan baik,” ungkapnya.
Kepala Negara juga ingin perpindahan ibu kota ini dilihat sebagai sebuah percepatan transformasi ekonomi. Presiden meminta Indonesia belajar dari pengalaman beberapa negara yang kurang berhasil dalam memindahkan ibu kotanya.
“Artinya bahwa perpindahan ibu kota ini adalah sebagai sebuah percepatan transformasi ekonomi. Kita harus belajar dari pengalaman beberapa negara yang pindah ibu kotanya, tapi ibu kotanya menjadi kota yang mahal. Ini jangan. Kemudian sepi, ini jangan. Kemudian yang menghuni hanya pegawai pemerintah plus diplomat, ini juga tidak,” jelasnya.
Oleh karena itu, Presiden mengingatkan agar perpindahan ibu kota ini dirancang sebagai perpindahan basis ekonomi menuju _smart economy_. Ia juga ingin perpindahan ibu kota ini juga menandai proses transformasi produktivitas nasional, transformasi kreativitas nasional, transformasi industri nasional, dan transformasi talenta-talenta nasional.
“Kalau tujuannya adalah membangun ibu kota yang menjadi mesin penggerak _smart economy_, maka rancangan ibu kota baru bukan hanya _smart metropolis_ yang _compact_, yang nyaman, yang humanis, yang _zero emision_, tapi akan memiliki penanda bahwa negara kita telah melakukan transformasi ekonomi ke _smart economy_ yaitu dengan dibangunnya klaster-klaster pendidikan, klaster-klaster riset dan inovasi,” ujarnya.
Presiden memberikan contoh, dalam klaster pendidikan ia membayangkan di ibu kota yang baru ini dibangun lembaga pendidikan tinggi kelas dunia yang bisa menciptakan talenta-talenta top global secara tepat. Di ibu kota baru ini juga, Presiden ingin dibangun pusat riset dan inovasi kelas dunia yang menjadikan ibu kota baru ini sebagai _global innovation hub_, menjadi titik temu inovasi global.
“Sudah saatnya talenta-talenta Indonesia, talenta-talenta global berkolaborasi mengembangkan _smart energy, smart health, smart food production_ yang akan menciptakan lapangan kerja baru bagi anak-anak muda kita serta mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah kita untuk masuk dan terintegrasi dengan _global value chain_,” imbuhnya.
Dalam proses pembangunannya, Presiden ingin agar ibu kota yang dirancang sebagai kota pintar tersebut juga dibangun dengan cara-cara pintar. Menurutnya, Indonesia harus meninggalkan cara berpikir lama yang selalu melihat semuanya dari sisi anggaran dan sisi biaya.
“Kita harus berani menggunakan cara-cara baru yang lebih kreatif, termasuk dalam pemanfaatan teknologi-teknologi inovasi, dengan bantuan talenta-talenta hebat yang kita miliki yang berada di dalam negeri maupun yang saat ini belajar di berbagai negara di luar negeri,” tandasnya.