JAKARTA, Beritalima.com– Pimpinan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) MPR RI, Syaifullah Tamliha mengaku prihatinan melihat resistensi (perpecahan) di kalangan masyarakat selama proses pemilu serentak 2019 berlangsung, terutama dalam pilpres.
Perpecahan itu menurut wakil rakyat dari Dapil Kalimantan Selatan ini, bisa saja mengancam keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Bangsa ini akan bisa tenggelam, minimal melahirkan negara federal,” kata Syaifullah dalam diskusi bertema ‘Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pasca Kontestasi Politik 2019’ di Media Center MPR/DPR/DPD RI Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jumat (28/6) petang.
Untuk mengindari perpecahan itu, Syaifullah mengusulkan ke depan jabatan presiden dibatasi cukup satu periode. Namun, perodeisasinya diperpanjang menjadi tujuh atau delapan 8 tahun.
“Daripada memakai masa jabatan selama lima tahun dan setelah itu bisa dipilih kembali, lebih baik masa jabatan presiden hanya sekali, tapi selama 8 tahun,” usul anggota Komisi I DPR RI ini.
Jika pemilu pemilihan presiden dilakukan sekali delapan tahun, bukan saja menghindari resistensi atau perpecahan sesama anak bangsa, tapi juga mengindari pemborosan keuangan negara.
Bukan itu saja yang diusulkan politisi senior partai berlambang ‘Ka’bah’ ini, dia juga mengusulkan calon presiden dan wakil presiden diseleksi oleh MPR dan menyampaikan visi dan misinya dalam sidang paripurna MPR sesuai dengan GBHN.
“Jadi kita perlu mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, seperti yang ada di negara-negara lain diseluruh dunia. Di negara manapun ada lembaga tertingginya,” ujar Syaifullah.
Terkait pasca Pemilu 2019, Syaifullah mengimbau semua elit politik ikut berkontribusi menjalin persatuan dan kesatuan sehingga perpecahan yang terjadi selama kontestasi pemilu bisa terjahit kembali.
“Negara yang majemuk seperti Indonesia membutuhkan pemimpin yang kuat, didukung seluruh rakyatnya. Sejarah membuktikan, Irak yang hanya terdiri dari tiga kelompok Kurdi, Suni dan Syiah hancur setelah Sadam lengser. Karena itu, kita butuh Presiden yang baru terpilih mendapat dukungan dari seluruh rakyat,” kata Syaifullah.
Sedangkan anggota MPR RI Masinton Pasaribu mengatakan, selesainya sidang sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi akhir dari perjalanan panjang pemilu 2019.
Semua pihak harus menurunkan suhu politik dan merajut kembali persatuan, akibat adanya polarisasi selama berlangsungnya kontestasi pemilu.
“Tugas pemenang adalah merangkul, menjalin kembali polarisasi yang sempat terjadi selama ini. Para elit harus bisa menjadi penenang bagi masyarakat sekaligus penyejuk. Agar perselisihan dan pengelompokan yang sempat terjadi tidak memanas”, kata Masinton.
Salah satu cara yang bisa ditempuh pemenang menghilangkan konflik berkepanjangan, menurut Masinton adalah pembagian kekuasaan. “Ini penting, karena sesungguhnya Indonesia ini sangat majemuk sehingga tidak bisa diatur dengan cara menang-menangan, tetapi harus ada power sharing.”
Masinton juga tidak menginginkan semua wakil partai politik masuk dalam pemerintahan. Dia tetap menginginkan adanya partai yang menjadi kekuatan oposisi sebagai pengontrol dan pengawas pemerintah.
Dikatakan, dalam sistem demokrasi, kekuatan oposisi sangatlah penting. Keberadaannya dibutuhkan untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah. Sehingga kemungkinan munculnya sikap kesewenangan, penguasa bisa diminimalisir.
Keberadaan kelompok oposisi di lembaga legislatif akan menghindarkan munculnya anggapan bahwa DPR hanya berfungsi sebagai stempel seperti sebutan masyarakat terhadap DPR RI masa Orde Baru.
“Karena itu, kekuatan opsisi di DPR sangat penting dan dibutuhkan agar fungsi pengawasan lembaga legislatif bisa benar-benar berjalan sesuai harapan,” kata dia.
Sedangkan Juru Bicara BIN, Wawan Hari Purwanto yakin Indonesia tidak terpecah belah seperti yang dikhawatirkan sebagian masyarakat. Menurut dia, rakyat Indonesia adalah masyarakat maju, sebagaimana majunya kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.
Bahkan, saat ini saja, banyak orang-orang Indonesia yang berprestasi diluar negeri. Baik di bidang science, ilmu pengetahuan hingga ekonomi. Mereka mampu menjuarai berbagai kejuaraan tingkat dunia. Mereka juga menempati posisi strategis diberbagai perusahan di luar negeri. (akhir)