JAKARTA, beritralima.com – Pro kontra tax amnesty masih saja ditemui di lapangan meskipun RUU Tax Amnesty sudah disahkan. Tapi menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Ir. Soepriyatno, M.Si menyatakan hal yang wajar dalam proses lagislasi yang kerap terjadi pro dan kontra. Hanya saja dia menekankan bahwa tax amnesty berlaku selama sembilan bulan.
Namun uang yang mengendap di luar negeri yang direpatriasikan di Indonesia. Soepriyatno Ketua Fraksi Gerindra menekankan selama tiga tahun semakin kuat, pertumbuhan ekonomi bagus, penerimaan perpajakan teratur, kemudian kepatuhan pajak semakin besar.
“Saya kira ini semakin bagus, begitu juga nilai tukar rupiah semakin kuat.
Saya. Tiga tahun ini saya kira waktu yang paling bagus,” terangnya.
Dengan demikian tax amnesty yang telah disahkan itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberi dukungan penuh terhadap tax amnesty yang telah disepakati, salah satunya menyiapkan skema-skema investasi yang bisa menjadi rujukan wajib pajak yang ingin melakukan repatriasi untuk ikut skema investasi BKPM
Namun politisi partai gerindra DPR RI itu, tidak peduli dengan tax amnesty yang telah diterapkan di Indonesia tidak pernah berhasil. Pertama tahun 1964 gagal menerapkan tax amnesty akibat kondisi politik yang tidak kondusif. Kedua tahun 1983, Indonesia pernah juga melakukan tax amnesty tapi gagal karena saat itu terjadi pergantian rezim dari official assesment. Jadi pembayaran pajak yang ditentukan oleh pemerintah menjadi self assesment dan dilaporkan oleh wajib pajak yang bersangkutan.
Dari pengalaman kegagalan itu, anggota Komisi XI termasuk Soepriyatno, tidak mau tahu yang penting tancap gas. Hanya saja yang menjadi pertanyaan nanti, apabila gagal juga yang kali ketiga. Hal ini menjadi tanggung jawab yang menyatakan setuju.
Oleh karena itu tax amnesty diterapkan, agar supaya wajib pajak patuh dan bisa melunasi hutang pemerintah kepada luare negeri. Mengingat utang Indonesia sudah mencapai 3.271 triliun, dibatasi 3% dalam UU Keuangan Negara kalau tidak bisa melanggar UU. Kecuali undang-undangnya diganti seperti negara tetangga mencapai 10%, tapi tidak ada masalah.
Oleh sebab itu, sehubungan adanya utang negara tinggi, pengeluaran tinggi, pendapatan anggaran tidak sesuai target. Maka diupayakan pemangkasan anggaran melalui APBN-P yang dibahas bersama antara Pemerintah, DPR, dan DPD. dedy mulyadi