JAKARTA, Beritalima.com– Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, Senin (13/4), meluncurkan program pembelajaran Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) melalui layar kaca TVRI.
Langkah Nadiem itu dimaksudkan untuk menjangkau mereka yang tidak bisa belajar melalui daring karena berada di daerah tanpa jaringan internet. Itu dilakukan Kemendikbud memenuhi saran Komisi X DPR RI membidangi pendidikan, pemuda, olah raga, budaya, parawisata dan ekonomi terutama adanya kebijakan Pemerintah untuk meliburkan sekolah sementara guna memutus mata rantai penyebaran virus Corona (Covid-19).
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga tokoh pendidikan Prof Dr Zainuddin Maliki mengatakan, belajar melalui TVRI memang belum sepenuhnya bisa dijadikan solusi. Salah satu hambatan yang dihadapi karena TVRI masih lebih banyak bersifat satu arah.
“Belajar daring di daerah yang kaya jaringan internet saja belum menjamin pembelajaran berlangsung efektif. Bisa dibayangkan seperti apa efektifitas pembelajaran melalui televisi. Sementara itu faktanya masih banyak siswa yang tinggal di daerah tak terjangkau jaringan internet,” ungkap Zainuddin.
Walau begitu, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya 2003-2012 itu mengapresiasi kerja keras Nadiem Makarim dalam upaya menjamin semua siswa didik, termasuk yang berada di daerah tanpa jaringan internet, untuk bisa belajar.
Zainuddin meminta Mendikbud tetap harus memperhatikan siswa yang tak bisa mengakses televisi dan apalagi internet. Jumlah mereka cukup banyak. Banten, provinsi yang yang bersebelahan dengan ibu kota, hingga hari ini belum memiliki stasiun televisi. Karena itu Mendikbud masih harus mencari lagi cara untuk melayani pembelajaran siswa yang tidak bisa mengakses televisi.
Masalahnya, ungkap Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur 2016-2019 itu, bagaimanapun mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa adalah kewajiban negara. Pemerintah tetap harus berusaha melayani pendidikan mereka secara adil. Pemerintah tidak boleh berhenti hanya melayani siswa yang bisa mengakses internet dan televisi saja.
Menurut penulis buku Sosiologi Pendidikan ini, masih ada cara yang bisa dilakukan Mendikbud untuk melayani mereka yang tidak memiliki jaringan televisi dan apalagi internet. Dalam hal ini Mendikbud bisa menyusun semacam gugus tugas. Mereka inilah yang diminta hadir di masyarakat yang tak bisa akses televisi dan apalagi internet.
Gugus tugas terdiri dari para guru penggerak. Mereka diminta datang ke daerah tertentu, dengan jadwal yang telah ditentukan. Mereka sampaikan bahan pembelajaran yang telah dirancang. Sebaiknya bukan content based, melainkan lebih tepat bentuknya belajar berbasis problem atau project yang bisa dilaksanakan siswa selama minggu itu.
Guru penggerak itu yang nantinya meminta tagihan hasil belajar sekaligus memberikan bahan pembelajaran hari-hari berikutnya. Tentu harus tetap menggunakan protokol kesehatan yang ketat, antara lain guru harus mengenakan APD yang lengkap, termasuk pelindung badan.
Tidak urgen saat seperti ini mengejar ketuntasan kurikulum. Fokuskan saja pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan afektif siswa seperti pembentukan sikap disiplin, mandiri, tanggung jawab, pola hidup bersih, peduli sesama, atau sadar lingkungan. Tentu sangat relevan diajak belajar memecahkan masalah, khususnya melawan wabah Covid-19 yang tengah menimpa bangsa Indonesia dan umat manusia sedunia ini. (akhir)