Program Percepatan Pengembangan Ekonomi Rakyat DI Kabupaten Trenggalek

  • Whatsapp

Oleh: Kusni Hidayati, Nur Lailiyatul Inayah, Budi Rianto

Kabupaten Trenggalek sebagai salah satu kabupaten di Jawa Timur, merupakan daerah yang relatif tertinggal perkembangannya dibandingkan dengan kabupaten lainnya di daerah Jawa Timur. Oleh karena perlu upaya strategis untuk dapat mempercepat proses pembangunan dan upaya penyejahtetaraan masyarakat di daerah tersebut agar tidak tertinggal di bandingnya daerah lainnya. Hal ini penting mengingat Kabupaten Trenggalek memiliki sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang cukup besar, yang dapat dijadikan sebagai modal dasar untuk dikelola agar aktivitas ekonomi masyarakat, dapat dipacu dan dikembangkan untuk kepentingan kemakmuran mereka.

Secara teoritis pengembangan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif karena sektor UMKM mampu menyerap tenaga kerja cukup besar, tidak membutuhkan permodalan yang tinggi dan relatif tidak terpengaruh oleh gejolak naik turunnya kurs mata uang asing. Sesuai survey yang dilakukan BPS Provinsi Jawa Timur, jumlah UMKM di Kabupaten Trenggalek Tahun 2019 untuk semua sektor sebanyak 143.455 usaha, yang terbagi menjadi 140.595 Usaha Mikro, 2.309 Usaha Kecil dan 551 Usaha Menengah.
Peran Sentral Pemda Dalam Pembangunan Masyarakat.
Berbagai pemikiran tentang perbaikan birokrasi pemerintah untuk dapat melayani masyarakat secara lebih baik tersebut misalnya: Creating A Government That Work Better & Cost Less (Gore, 1993), Banishing Birokrasi (Osborne & Plastrik, 1997), dan lain-lain. Berbagai pemikiran tersebut, pada akhir-akhir ini berujung pada upaya meningkatkan kinerja birokrasi untuk dapat memberikan pelayanan pada publik secara menyeluruh, dapat memuaskan semua pihak tanpa adanya diskriminasi.
Pemikiran dan kesadaran akan pentingnya pelayanan publik di daerah, untuk pemerataan pembangunan sebenarnya telah ada melalui upaya memperkuat pemerintah di daerah sebagai institusi publik yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Mendagri Rudini saat itu, yang mengusulkan: “kemungkinan dihapusnya DPRD Tingkat I dan otonomi diletakkan di Dati II saja” (Budi Rianto, Surya, Kamis 15/11-1990). Pemikiran tersebut sangat beralasan karena Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan “focal point” atau muara terdepan berbagai macam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan yang paling dekat dan langsung berhadapan dengan rakyat (Dwiyanto, 2002).
Revitalisasi pelayanan publik di daerah untuk mengejar ketertinggalan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, memiliki dimensi yang sangat strategis bagi kepentingan penyebaran pelayanan publik, penyebaran penduduk, peningkatan sumber daya manusia di daerah, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta peningkatan penyerapan tenaga kerja di daerah, demokratisasi dan lain-lainnya.
Stabilitas sosial sebagai jaminan akan keberlangsungan sistem sosial yang telah ada, begitu pula akan jaminan keberlanjutan proses-proses pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan memerlukan sistem sosial yang tidak timpang antara si kaya dan si miskin, antara masyarakat di daerah dengan masyarakat di perkotaan. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah sangat diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan masyarakat perkotaan atau wilayah perkotaan, agar roda pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan secara optimal dan mencapai target yang telah ditetapkan (Morgan, Dauglas and Kelly B. Bacon. 1996). Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, setidaknya ada 3 hal penting yang perlu mendapatkan perhatian yaitu :

  1. Bentuk kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh pemerintah pusat dalam proses pembangunan daerah.
  2. Aspirasi masyarakat daerah sendiri, terutama yang terefleksikan pada prioritas program-program pembangunan daerah.
  3. Keterkaitan antar daerah dalam tata perekonomian dan politik.

Program Prioritas Trengginas Galang Ekonomi (Trenggalek).
Berdasarkan data statistik https://trenggalekkab.bps.go.id/ publication/2018/08/16/ 95a93f521b7a35d1e6d7187f/kabupaten-trenggalek-dalam-angka-2018.html, hasil registrasi penduduk akhir tahun 2018 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Trenggalek sebesar 813.418 jiwa. Dari seluruh jumlah penduduk tersebut sebanyak 410.955 orang (50,52%) merupakan penduduk laki-laki, sedangkan 402.463 orang (49,48%) merupakan penduduk perempuan dengan tingkat pertumbuhan per tahun rata-rata sebesar 1 %. Jumlah penduduk yang relative besar tersebut merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dalam mendukung pengembangan ekonomi kawasan berbasis potensi sumber daya alam serta profesi masyarakat setempat.
Dalam rangka pemberdayaan UMKM sebagai wujud janji politik pemerintah Kabupaten Trenggalek, untuk mengangkat perekonomian rakyat (wong cilik), pemerintah Kabupaten Trenggalek mencanangkan 4 program prioritas Pemberdayaan UMKM. Percepatan pengembangan ekonomi perlu segera diwujudkan melalui program pemberdayaan ekonomi yang berbasis pada Sumber Daya serta potensi yang ada dalam masyarakat di lingkungan Wilayah Pemerintah Kabupaten Trenggalek. Percepatan tersebut dimaksudkan selain sebagai upaya mengejar ketinggalan terhadap kabupaten lainnya, juga dimaksudkan agar 4 sektor itu bisa menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi sektor lainnya. Dengan harapan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sektor lainnya, secara berkelanjutan dan berkaitan satu dengan yang lain.
Adapun ke-empat sektor prioritas Program Trenggalek tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Kompetensi Inti Daerah : Mocaf (Modified Cassava Flour)
  2. One Village One Product : Genteng
  3. Industri Kreatif : Batik tulis
  4. Industri Agro : Tempe Kripik, dan sebagai tambahan

MOCAF
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa produk MOCAF secara ekonomis ternyata jauh lebih murah dari pada produk terigu yang selama ini beredar di pasaran. Bahan baku yang mudah dibudidayakan, murahnya harga ubi kayu di pasaran saat ini, serta proses pengolahan tepung yang tidak memerlukan teknologi tinggi, membuat harga MOCAF saat ini hanya berkisar antara 40-60 persen dari harga terigu. Hal ini membuat produk jadi apapun yang dihasilkan dari MOCAF ini akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan tepung terigu.
Hasilnya ujicoba menunjukkan MOCAF dapat digunakan sebagai food ingredient dengan penggunaan yang sangat luas. MOCAF ternyata tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap, namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies hingga makanan semi basah. Dengan sedikit perubahan dalam formula, atau prosesnya, karena produk ini tidak-lah sama persis karakteristiknya dengan tepung terigu, beras atau yang lainnya, dapat dihasilkan produk yang bermutu optimal.
MOCAF juga telah diujicoba untuk digunakan beragam kue kering, seperti cookies, nastar, dan kastengel, dimana 100% tepungnya menggunakan MOCAF. Hasilnya menunjukkan bahwa kue kering yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan tepung terigu tipe berprotein rendah (soft wheat). Hanya saja, MOCAF memerlukan mentega atau margarin sedikit lebih banyak dibandingkan tepung terigu untuk mendapatkan tekstur yang baik. Untuk cita rasanya, hasil uji organoleptik dengan resep standar menunjukkan bahwa panelis tidak mengetahui bahwa kue-kue tersebut dibuat dari MOCAF yang berasal dari ubi kayu.
Untuk kue basah, telah diujicoba aplikasi MOCAF pada kue lapis tradisional yang umumnya berbahan baku tepung beras, atau tepung terigu dengan ditambah tapioka. Hasilnya menunjukkan bahwa MOCAF dapat menggantikan tepung beras maupun tepung terigu 100%. Kue lapis yang dihasilkan bertekstur lembut dan tidak keras. Hasil ini menunjukkan bahwa MOCAF dapat pula menggantikan tepung beras yang saat ini kian mahal.
Disamping itu, telah juga dilakukan uji coba substitusi tepung terigu dengan MOCAF dengan skala pabrik. Hasilnya menunjukkan bahwa hingga 15% MOCAF dapat mensubstitusi terigu pada mie dengan mutu baik, dan hingga 25% untuk mie berkelas rendah, baik dari mutu fisik maupun organoleptik. Secara teknispun, proses pembuatan mie tidak mengalami kendala yang berarti jika MOCAF digunakan untuk mensubstitusi terigu.
Industri Casava pada lingkungan masyarakat home Industri di Kabupaten Trenggalek mengalami berbagai kelesuan karena persaingan yang kurang sehat serta intervensi kekuasaan dalam bisnis ini. Selain itu harga dari beli dari pabrik, tidak menentu sehingga biaya produksi menjadi tidak menguntungkan. Hal ini seperti yang dirasakan oleh Ardoyo, sehingga yang bersangkutan berupaya cari jalan lain untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dengan upaya membuat, sari patinya ketela yang dirasa bisa memberikan keuntungan lebih tinggi di bandingkan dengan produksi dalam bentuk Casava. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Ardoyo pembuat pati ketela sebagai berikut: “Dulu kami menyuplai Casava ke pabrik, namun karena harga tidak menentu kami membuat pati ketela sendiri. Sehingga kami bisa mendapatkan keuntungan yang lebih dapat dipastikan dari pada membuat tepung Casava sendiri”. (Wawancara tgl 13 Oktober 2019).

GENTENG
Seiring dengan peningkatan jumlah populasi penduduk, kebutuhan akan rumah meningkat. Rumah sebagai tempat tinggal merupakan kebutuhan primer setelah makanan dan pakaian. Secara fisik rumah di Indonesia memiliki bagian dinding, atap, pintu, jendela, dan lantai yang didesain iklim di negara tropis. Adanya dua musim yakni penghujan dan kemarau mengharuskan atap yang tahan terhadap kedua cuaca tersebut. Di Indonesia kebanyakan atap rumah terbuat dari Genteng tanah. Material ini selain tahan terhadap cuaca, juga ringan, kuat dan lebih ekonomis dalam perawatan.


Inovasi peningkatan produktivitas itulah yang perlu dikembangkan. Peningkatan yang dimaksud adalah, misalnya, jika musim hujan tiba biasanya produksi genteng akan berhenti sekitar tiga bulan, karena hanya mengandalkan satu bahan pembuatan (tanah liat) yang membutuhkan sinar matahari. Namun, dengan alat ini, produksi tetap bisa jalan dengan bahan lain (genteng beton) karena hanya butuh dianginkan untuk kering. Selain itu alat ini juga menghemat tenaga kerja yang terkadang para pengrajin genteng juga kekurangan.
Dengan menggunakan alat ini, produktivitas pembuatan genteng akan meningkat 1 : 3. Produksi genteng biasanya sekitar 50.000 buah perbulan, namun dengan alat ini bisa mencapai 150.000 buah perbulan. Seperti dikatakan oleh bapak Nurcholis (Wawancara tgl 13 Oktober 2019), “ Usaha pembuatan Genteng telah berlangsung lama sekitar 12 tahun yang lalu, sebagai usaha home Industri keluarga, pesanan tidak pernah kurang. Namun karena ketiadaan modal maka produksi untuk memenuhi pasar tetap terbatas. Hal ini karena mesin produksi masih manual dan kemampuan memproduksi juga sangat terbatas. Sedang upaya menambah modal dengan menggunakan jasa perbankan tidak berani kami lakukan karena tidak berani terlilit dengan hutang bank. Namun bila mendapat bantuan modal hutang lunak dari pemda sangat senang bila dimungkinkan”. Sedangkan untuk produksi, jumlah produksi tiap harinya bisa mencapai 1.500 buah Genteng. Pemasaran telah dilakukan oleh agen pemasaran, dengan pesanan yang lancar namun penyediaan bahan selalu kurang. Rencana pengembangan yang mungkin dilakukan adalah dengan meningkatkan produksi, sebagaimana dikemukakan oleh pemilik genteng sebagai berikut: “Untuk meningkatkan produksi perlu mesin cetak yang semi otomatis, mesing tersebut telah dapat dibuat oleh perusahaan genteng di Gandusari. Harga mesin yang semi otomatis tersebut, senilai Rp.25.000.000,- sehingga diperlukan modal tambahan sekitar Rp. 25 000.000,- untuk meningkatkan jumlah produksi guna memenuhi kebutuhan pasar”. (Wanto, 2019)

TEMPE KRIPIK
Tempe Kripik di lingkungan Wilayah Kabupaten Trenggalek, sudah banyak sekali yang memproduksi. Tempe ini berbentuk tipis dan sangat mudah ditemui di berbagai wilayah di Kabupaten Trenggalek. Selain dijadikan pelengkap ketika makan, tak jarang pula Tempe Kripik dijadikan sebagai cemilan. Sehingga permintaan untuk Tempe Kripik sendiri tergolong tinggi. Untuk pembuatan Tempe Kripik sangatlah mudah. Serta bahan dasarnya yaitu tempe juga sangat mudah untuk diperoleh, di lingkungan masyarakat Kabupaten Trenggalek.
Untuk menjalankan usaha ini, sebenarnya sangatlah sederhana. Sebab untuk membuat makanan ini tergolong mudah dan dapat dijalankan sendiri. Tempe Kripik, di buat seperti tempe pada umumnya, hanya saja pembuatannya di buat secara tipis-tipis sehingga ketika dikonsumsi menjadi renyah dan gurih..
Permasalahan yang muncul dalam pembuatan Tempe Kripik adalah keripik mudah hancur. Elemen-elemen dari keripik hancur diantaranya cara pembuatan, orang, bahan (material), lingkungan dan peralatan. Dari elemen-elemen tersebut, terdapat beberapa atribut.
Pada elemen cara pembuatan Tempe Kripik, atributnya pembuatan yang terlalu tebal, penepungan tempe yang tidak merata, penggorengan yang dapat mengakibatkan keripik gosong, belum matang dan hancur, serta pengemasan yang dilakukan karena kurang hati-hati.
Pada elemen orang yang membuat Tempe Kripik, atributnya ketidak hati-hatian dalam pembuatan, penepungan, penggorengan dan pengemasan, serta kurang teliti pada proses pembuatan, penepungan, penggorengan dan pengemasan. Pada elemen bahan dalam Tempe Kripik, atributnya tempe kemungkinan terjadi kerusakan dan belum jadi, serta adonan yang encer dan padat.
Pada elemen lingkungan disekitarnya terdapat variabel suasana dimana terjadi kegaduhan dan kesibukan yang mengganggu serta terdapat variabel kotor. Pada elemen peralatan yang digunakan terdapat variabel tradisional.
Tempe Kripik bila terkena sinar matahari langsung saat pendistribusian ke retailer akan mengalami kerusakan. Oleh karena itu seharusnya di taruh di tempat yang aman sehingga saat pendistribusian ke retailer keripik tidak hancur. Produksi tempe kripik ini di lingkungan Kabupaten Trenggalek, telah menjadi home industri yang meluas di kalangan masyarakat Trenggalek, khususnya di kawasan penduduk wilayah dataran, baik di Kec. Karangan, Tugu, Trenggalek, Pogalan maupun Durenan. Produksi tempe kripik ini telah menjadi trade mark home industri lingkungan Kabupaten Trenggalek. Sehingga upaya peningkatan dan pengembangannya, akan lebih signifikan bila aspek pasar dan standar kualitas yang ditekankan. Mengingat pentingnya sentuhan pembinaan untuk kepentingan pemasaran di luar wilayah Kabupaten Trenggalek. Selain itu mengingat jumlah produksi yang begitu banyak, sudah saatnya di dorong pengusaha tertentu untuk menjangkau kelas masyarakat atas, serta konsumen luar negeri. Agar income masyarakat dari produksi tempe kripik ini bisa, mampu meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat Kabupaten Trenggalek.

BATIK TRENGGALEK
Batik selain di Trenggalek, juga merupakan salah satu kerajinan dari kebudayaan bangsa Indonesia yang memiliki nilai seni yang tinggi. Pada jaman dahulu, batik merupakan ketrampilan yang dimiliki oleh kaum perempuan dan kemudian menjadi salah satu mata pencaharian. Untuk melestarikan kebudayaan bangsa yang bernilai seni tinggi dan untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan maka perlu mengupayakan dengan mengadakan Pelatihan Ketrampilan Batik.

Batik Tie Puk, Trenggalek
Berbagai perangkat pembuatan Batik meliputi pewarna batik, canting, malam atau lilin, dan kain untuk membatik. Dalam pembuatan batik, peralatan yang diperlukan antara lain : kain mori (kain yang berbahan dasar katun, sutra ), pensil 2B untuk membuat desain awal batik, canting (alat bantu yang terbuat dari bambu, mempunyai ujung tembaga serta memiliki lubang didepan) canting ini mempunyai fungsi seperti pena.
Batik tulis di Trenggalek dimulai dari ketrampilan membatik penduduk di desa Sumber (Ngentrong), kelebihan batik tulis dari segi keindahan atau seninya selain itu aspek ekonomi berbasis budaya juga sangat potensial sebagai ekonomi bisnis berbasis kultur. Seperti batik yang dihasilkan oleh batik tulis Tie Poem, batik menak sopal telah diciptakan dan diharapkan bisa menjadi produk seni budaya yang dapat berkembang dan memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat di lingkungan desa sumber (ngentrong) tersebut. Hal ini seperti yang dikemukan oleh pemilik batik Tie Poem sebagai berikut: “batik tulis menaksopal ini merupakan karya murni dari pembatik trenggalek karena gambarnya melambangkan sejarah berdirinya Kabupaten Trenggalek, yang tergambar dari Gajah Putih dan Bajul Putih” . Sebagai industri kreatif batik tulis ini, kainnya diperoleh dari Jogya, sedangkan aspek penjualan masih perlu pembinaan dan bantuan dari pemerintah serta pemilik modal perkotaan untuk dapat menembus pasar di luar kabupaten Trenggalek. Dari segi harga jual, masih mampu bersaing dengan pasar karena per buah harganya Rp. 150.000,- per kain. Sebagai industria kreatif tingkat produktivitas sangat tergantung pada individual pelukis batik, sehingga bila ingin memproduksi dalam jumlah yang lebih besar perlu adanya pengerahan jumlah pekerja atau perajin batik dalam jumlah yang lebih besar. Oleh karena itu upaya pengembangan produksi dengan cara pembentukan Kampung Batik di Ngentrong sangat relevan dengan persoalan yang muncul di lingkungan kampung ini. Dari hasil wawancara dengan pemilik batik tulis Tie Puk, dapat disampaikan sebagai berikut: “ Kalau masalah mutu produksi dan harga kami dapat bersaing dengan batik produksi daerah lainnya. Namun kami masih kurang memiliki jaringan pemasaran yang cukup untuk meningkatkan pemasaran batik kami. Sehingga kami perlu bantuan dari pemerintah dalam pemasaran batik kami. Kami siap menerima pesanan batik tulis untuk seragam kegiatan atau kelompok kegiatan tertentu maupun instansi pemerintah. Hal ini sangat kami perlukan agar usaha kami dapat berkembang dengan baik”. (Tie Puk, 2019).

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait