Proses pembelajaran sering kali menjadi problematika bagi mahasiswa mulai dari dosen yang menjenuhkan saat menerangkan materi yang terpaku dengan buku pelajaran atau mahasiswa yang salah masuk jurusan sehingga membuat kita malas untuk mengikuti mata kuliah dan tujuan pembelajaran tidak tercapai dengan efisien.Kendala inilah yang harus menjadi perhatian penting bagi pengajar agar pelajar berperan aktif di kelas.
Media pembelajaran sangat menbantu memberi pemahaman lebih terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar seperti materi yang sudah disiapkan berbentuk power point dengan bantuan alat proyektor yang menyorot ke arah papan tulis membuat dosen lebih mudah menerangkan materi membuat mahasiswa cepat tanggap dengan apa yang dijelaskan tanpa harus membuang waktu menunggu pengajar selesai menulis di papan tulis.
Di era serba digital,media memudahkan siswa lebih berperan dalam hal praktik setelah dosen menjelaskan teori yang kemudian harus diterapkan oleh pelajar.Labolatorium beserta alat yang sudah lengkap menjadi ladang mahasiswa untuk aktif memperaktikkan apa yang telah ia pahami setelah diterangkan oleh pendidik.
“Sn Dikti nomor 44 tahun 2015 berisi tentang standar pembelajaran bernama Student Centere Learning (SCL),jadi mahasiswa diberikan kesempatan untuk beraktivitas dengan cara praktik langsung,posisi dosen hanyalah sebagai fasilitator untuk membuka jalan bagi siswa agar memiliki pemahaman yang baik untuk mengoperasikan alat praktiknya,” ujar Hendra Suryanto Kasih Kurikulum Vokasi dan Profesi di Dikti.
Hendra kelahiran Kuningan mengatakan SCL sudah banyak dijalankan oleh sebagian universitas dan politeknik,Proses pekembangannya tidak pasif namun dinamis selalu berkembang metode pembelajaran inilah mampu membuat mahasiswa lebih aktif dengan dukungan media pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran,program scl tidak hanya melalui praktik saja tetapi adapun komponen lainnya seperti,pengajar memberikan suatu masalah dinama siswa harus mampu memecahkan masalah tersebut berbentuk kelompok belajar tujuannya agar pelajar tidak kaget saat terjun ke lapangan dan beragam masyarakat.
Pengajar di Politeknik Negeri Jakarta Rita Sri Hastuti menjelaskan,ia sebagai praktisi apa yang diajarkan lebih kepada praktik daripada teori,Universitas itu 60% teori dan 40% praktik kebalikan dari politeknik yang lebih mengedepankan terapan karena yang diutamakan di tempat pekerjaan mempunyai skill yang baik dan teori hanyalah pengantar saja.
Indra Jaya dosen Universitas Negeri Jakarta mengatakan,beberapa universitas mata kuliah praktiknya lebih banyak dan pelajaran yang seimbang antara materi dan praktik seperti,mata kuliah evaluasi pembelajaran dimana mahasiswa mampu membuat bentuk-bentuk soalnya berdasarkan teori,tetapi mereka diharuskan juga mengikuti workshop kerja yang sesuai dan tidak boleh menyimpang dari apa yang diajarkan hal itu pun merupakan sebagian dari praktik namun didasari dengan teori.
Respon mahasiswa dalam proses pembelajaran
Mahasiswa selalu mempunyai cara tersendiri untuk memahami dan aktif dalam proses pembelajaran yang diterangkan oleh pengajar.Segala metode yang dilakukan dosen hayalah untuk memberi pemahaman agar siswa mampu menerapkannya, dengan bantuan media pelajar mampu mengoperasikannya sehingga dapat menjadi bekal di dunia kerja.
Tri Ardiyani mahasiswa Unindra (20) mengatakan,ia lebih menyukai praktik karena lebih mudah untuk menanggap apa yang telah diterangkan dosen dan lebih mudah untuk menyelesaikan tugas dengan bantuan media,Tetapi ia berharap agar fasilitas untuk menunjang belajarnya lebih dilengkapi karena kekurangan peralatan untuk praktik hanya akan menghambat pembejaran di kelas.
“Saya lebih suka pembelajaran secara praktik,jadi mahasiswa tidak hanya dapat teori saja namun dapat diterapkan dengan bantuan media seperti di labolatorium sehingga kita dapat menerapkan dan memahami materi yang diberikan pengajar,” ujar Dwi Gita Anjani Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta.
Reportase atau Opini
Jamilah mahasiswa aktif Politeknik Negeri Jakarta