Jakarta – Anak-anak lelaki yang menjadi korban kasus praktik prostitusi “online” untuk para homoseksual mayoritas berasal dari keluarga tidak mampu.
“Mereka kebanyakan dari keluarga yang tidak mampu. Mungkin (alasan) kebutuhan ekonomi,” kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, keluarga korban umumnya tidak mengetahui anaknya menjalani profesi sebagai pekerja seks.
Anak-anak yang menjadi korban dalam kasus ini berusia antara 12 tahun hingga 15 tahun.
“Dari enam anak yang menjadi korban, lima anak masih sekolah, satu anak yang putus sekolah,” katanya.
Menurut dia, tersangka mucikari berinisial AR menawarkan jasa kepada pelanggan melalui jejaring sosial Facebook. Setelah sepakat, pelanggan kemudian mentransfer setengah dari kesepakatan harga transaksi.
Kemudian pelanggan melunasi sisa transaksi pada saat bertemu dengan korban.
Kabareskrim menyebut tarif yang ditawarkan AR kepada para pelanggannya adalah sebesar Rp1,2 juta yang dibayar melalui transfer bank. Sementara uang yang diterima korban berkisar antara Rp100 ribu hingga Rp150 ribu.
Dalam kasus ini, polisi telah menangkap tersangka AR (41 tahun) yang berperan sebagai mucikari prostitusi homoseksual.
Ia ditangkap di salah satu hotel di Jalan Raya Puncak KM 75 Cipayung Bogor Jawa Barat pada Selasa (30/8).
Selain itu, polisi telah mengamankan tujuh korban, yakni enam anak laki-laki yang berusia di bawah umur dan seorang pria berusia 18 tahun.
Atas perbuatannya, tersangka AR dikenakan pasal berlapis terkait UU ITE, UU Pornografi, UU Perlindungan Anak, UU Pencucian Uang dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).