JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan&Teknologi (Iptek) serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto meminta Kementerian ESDM dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyudahi kisruh dalam hal pembangunan infrastruktur transmisi gas Cirebon-Semarang (Cisem).
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Pembangunan dan Industri tersebut meminta kedua lembaga itu meningkatkan koordinasi dan kerjasama untuk melayani masyarakat.
Menurut Mulyanto, pembangunan jargas ini jangan sampai tertunda hanya karena ada ego kelembagaan. “Kita harus memikirkan kepentingan rakyat. Pembangunan transmisi gas sangat dibutuhkan rakyat untuk mendapatkan bahan bakar murah dan berkualitas,” kata dia.
Karena itu, jelas wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten ini Kementerian ESDM dan BPH Migas sebaiknya mempunyai pikiran dan semangat sama dalam melayani rakyat. “Bukan menonjolkan ego masing-masing lembaga,” tegas Mulyanto.
Juga diingatkan, harusnya Kementerian ESDM dan BPH Migas bersinergi untuk melayani rakyat, bukan malah saling gunting keputusan. Karena itu, Mulyanto minta konflik ini segera diselesaikan, apalagi sekarang tengah diproses pemilihan anggota BPH Migas yang baru.
“Malu kita melihat. Sesama lembaga Pemerintah, terkesan saling rebutan proyek dan kewenangan. Padahal masing-masing lembaga tersebut sudah diatur tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) berbasis undang-undang,” ujar Mulyanto.
Ditambahkan, hal tersebut mencerminkan lemahnya koordinasi antara Kementerian ESDM dengan BPH Migas. Pemerintah tidak solid dengan manajemen koordinasi amatiran.
Mulyanto meminta, setiap lembaga menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing dengan baik. Menteri Koordinator seharusnya menengahi terkait harmonisasi dan koordinasi antar kementerian. Ada BPKP dan KPK, kalau berbagai lelang yang diadakan dianggap keluar atau melanggar aturan.
“Di tengah pandemi seperti sekarang ini, Pemerintah jangan memberikan contoh buruk manajemen Negara kepada masyarakat. Prinsip-prinsip good and clean governance jangan sekedar dijadikan jargon yang digadang-gadang, namun tidak diterapkan oleh lembaga-lembaga Pemerintah.”
Manajemen pemerintahan seperti ini, kata Mulyanto, hanya menjadi beban Presiden. “Kasihan Presidennya, karena para pembantunya ribut sendiri rebutan proyek, apalagi di tengah pandemi yang belum reda ini,” papar Mulyanto.
Sebelumnya Mulyanto merasa aneh kepada Pemerintah Cq Menteri ESDM yang menerbitkan surat No. T-133/MG.04/MEM.M/2021 tertanggal 1 April 2021 kepada Kepala BPH Migas tentang Pembangunan Pipa Transmisi Gas Bumi Ruas Cirebon – Semarang (Cisem).
Pasalnya, ungkap dia, dalam surat itu Pemerintah menganulir keputusan Komite BPH Migas 1 Maret 2021. “Karena melalui surat itu, Pemerintah akan membiayai Proyek Strategis Nasional (PSN) transmisi gas ruas Cisem ini melalui dana APBN, dengan dalih saat pelelangan proyek dilakukan belum ada Perpres No: 79/2019 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur.”
Selain alasannya tidak tepat, imbuh Mulyanto, juga tidak pas Pemerintah mengambil alih proyek yang dibiayai oleh partisipasi masyarakat menjadi beban APBN. Apalagi ditengah defisit keuangan dan utang Pemerintah yang besar di tengah pandemi Covid-19.
“Sekarang, pihak Kementerian ESDM kembali menolak proyek ini dengan mengajukan alasan, proses penetapan pemenang tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ada. Padahal hal-hal seperti itu adalah wilayah kewenangannya BPKP atau KPK bukan tupoksi Kementerian ESDM.”
Karena itu, Mulyanto mendesak Pemerintahan Jokowi agar lebih solid dalam membangun tim dan mengelola Pemerintahan, agar berbagai proyek strategis nasional dapat berjalan secara efektif, efisien, agar segera dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
“Jangan sampai terkesan lembaga-lembaga pemerintah yang ada justru ribut sendiri, adu kewenangan dan sekedar rebutan proyek,” demikian Mulyanto, pemegang gelar doktor nuklir Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang 1995 tersebut. (akhir)