Proyek Plengsengan Sarat Kejanggalan: Tukang Ngaku Kerja untuk CV Bernama Imron

  • Whatsapp
Foto: Proyek Plengsengan pasir yang dipakai bercampur tanah. (Doc, Istimewa)

BANYUWANGI,Beritalima.com – Dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan irigasi (plengsengan) yang bersumber dari APBD Banyuwangi semakin menguat.

Selain temuan penggunaan pasir leboh dan ketiadaan papan nama proyek, hasil reportase langsung di lokasi pada pukul 12.40 WIB menambah daftar kejanggalan yang mencurigakan.

Bacaan Lainnya

Saat ditemui di area pekerjaan, salah satu tukang yang sedang bekerja memberikan jawaban yang membuat publik semakin bertanya-tanya. Ketika ditanya proyek tersebut milik CV siapa, ia menyebut nama “Imron Sraten.”

“Punya Pak Imron… Imron Sraten,” ujarnya singkat.

Ketika wartawan menanyakan alasan mengapa papan nama proyek belum dipasang, sang tukang kembali memberikan jawaban yang semakin menimbulkan kecurigaan.

“Belum dikasih sama Pak Imron,” katanya.

Namun, ketika ditanya berapa kedalaman pemasangan plengsengan dan berapa lebar struktur yang dikerjakan, tukang tersebut memilih terdiam dan tidak memberikan jawaban.

Ketidaktahuan pekerja lapangan terhadap spesifikasi teknis ini memperkuat dugaan bahwa pekerjaan dilakukan tanpa pengawasan profesional atau tanpa mengikuti standar yang telah ditetapkan dalam RAB.

Sementara itu, pemilik CV, Imron, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp justru enggan menjawab. Hingga berita ini ditayangkan, tidak ada satu pun respons yang diberikan, baik terkait penggunaan material, papan nama proyek, maupun perizinan serta prosedur administrasi pembangunan.

Ketua Perkumpulan Pendopo Semar Nusantara, Uny Saputra, kembali menegaskan bahwa rangkaian kejanggalan tersebut bukan lagi kesalahan administratif biasa, melainkan sudah mengarah pada indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor).

“Ada beberapa aturan yang bisa menjerat pelaksana proyek jika terbukti menyimpang, seperti Pasal 3 dan Pasal 7 UU Tipikor yang mengatur penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan pengadaan yang dapat merugikan negara,” jelasnya.

Selain itu,”Perpres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah juga mewajibkan penggunaan material sesuai spesifikasi, pemasangan papan nama proyek sejak awal, serta koordinasi dengan pemerintah desa,” ungkap Uny Saputra.

Jika aturan mendasar seperti pemasangan papan nama saja tidak dipatuhi, kata Uny, maka publik patut menduga adanya upaya menutup-nutupi informasi anggaran.

“Material tidak sesuai standar, papan nama tidak dipasang, desa tidak diberi pemberitahuan, owner menghindar dari konfirmasi, ini rangkaian yang sangat kuat mengarah pada potensi kerugian negara. Dinas harus turun dan melaporkan temuan ini,” tegas Uny.

Ia mendesak agar proyek tersebut diperiksa secara teknis dan administratif, serta dilakukan audit untuk memastikan tidak ada penyimpangan anggaran.

“APBD itu uang rakyat. Setiap pelanggaran prosedur adalah pintu masuk korupsi. Bila terbukti, pelaksana dapat dijerat pasal Tipikor,” tutupnya.

Dengan semakin banyaknya temuan lapangan dan minimnya transparansi dari pihak pelaksana, publik kini menunggu langkah tegas dinas terkait dalam menangani indikasi penyimpangan yang semakin terang benderang.(Ron//B5)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait