SURABAYA, Beritalima.com-
Surabaya Waterfront Land (SWL) yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) kembali menjadi polemik. Ini setelah kelompok nelayan menolak proyek reklamasi pantai di Surabaya seluas 1.084 hektare dari Kenjeran hingga Wonorejo.
Bahkan kelompok nelayan ini telah mengadukan permasalahan Surabaya Waterfront Land ke DPRD provinsi Jatim. Kini, DPRD mengagendakan memanggil PT Granting Jaya selaku pengembang yang akan menggarap proyek reklamasi seperti Pantai Indah Kapuk (PIK) di Jakarta Utara.
Proyek SWL sendiri disebut-sebut akan menelan biaya investasi hingga Rp 72 triliun.
Dalam hearing yang digelar Kamis, 3 Oktober 2024, DPRD provinsi Jatim baru mendengarkan keterangan kalangan nelayan. Sedangkan PT Granting belum melakukan paparan terkait Surabaya Waterfront Land.
Sambil menunggu hearing lanjutan, DPRD Jatim telah menyampaikan surat penolakan nelayan tersebut ke pemerintah pusat.
“Sudah kami sampaikan surat pernyataan penolakannya, karena ini merupakan PSN,” terang ketua fraksi PKS DPRD provinsi Jatim Lilik Hendrawati
Lilik menegaskan jika proyek nasional juga harus mempertimbangkan respon masyarakat setempat. Meskipun memiliki Izin Reklamasi dari Pemerintah Pusat Terkait PSN,
“Kalau itu merupakan PSN, memang aturannya tidak bisa menolak, tapi harus disesuaikan dengan respon masyarakat setempat,” sebut Lilik.
Menurut bendahara DPW PKS Jatim ini, setiap pembangunan akan membawa perubahan, namun harusnya memberikan dampak positif pada masyarakat.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, M Isa Anshori menegaskan proyek reklamasi yang disebut SWL itu merupakan PSN yang perizinannya ada di pemerintah pusat.
“Itu wewenang pusat, kalau mau audensi dengan pusat monggo kita fasilitasi,” ujar Isa Ansori.
Hal senada juga diungkapkan Yuswanto perwakilan dari Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Timur.
Menurutnya izin reklamasi berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 23 tahun 2019 pasal 6 disebutkan kalau reklamasi memang wewenang provinsi, tapi kalau PSN itu wewenang pusat.
“Ini sudah jelas tidak ada izin dari provinsi. Semua perizinan dilakukan oleh pusat,” ujarnya.
Alasan Nelayan Tolak Surabaya Waterfront Land dalam hearing dengan DPRD provinsi Jatim ini, kalangan nelayan mengungkapkan jika proyek SWL dilaksanakan akan memperberat mereka dalam mencari nafkah.
Saat ini saja nelayan di wilayah Kenjeran Surabaya harus menempuh minimal empat kilometer dari bibir pantai untuk mendapatkan ikan.
“Kalau ada reklamasi sebegitu luas, bisa 10 kilometer kami baru bisa mencari ikan, ini akan mengubah pola dan peralatan tangkap nelayan dan ini biayanya sangat besar,” ungkap nelayan tersebut.
Janji dari pihak pengembang PT Granting Jaya yang akan menyediakan tempat pelelangan ikan dan dermaga dianggap tidak bisa menjadi solusi.
“Buat apa TPI atau dermaga karena ikannya tidak ada, kita tidak bisa menangkap ikan,” cetus nelayan tersebut.
Hadir dalam dengar pendapat tersebut, ketua sementara DPRD provinsi Jatim Anik Maslachah, dan beberapa anggota dewan yang baru dilantik akhir Agustus 2024.(Yul)