Jakarta, beritalima.com| – Sebuah terobosan menarik dengan nama Proyek Tampelas, di Kecamatan Kamipang, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah, yang memberdayakan masyarakat sekaligus alam di hutan Kalimantan.
Nama Tampelas adalah sebuah desa, di pelosok hutan Kalimantan Tengah, dihuni sekitar 400an jiwa dan sangat miskin. Menuju ke des aini dari kota Sampit sekitar delapan jam, melalui jalur darat dan sungai.
Adalah PT Rimba Makmur Utama (RMU), yang pertama kali menemukan des aini untuk kemudian dijadikan proyek pemberdayaan masyarakatnya sekaligus tetap memelihara lingkungannya. RMU dipimpin oleh Rezal Kusumaatmadja (Putra mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993-1998), alm Sarwono Kusumaatmadja).
Paparan Proyek Tampelas dari RMU ini yang dibahas dalam diskusi rutin bulanan ke-10 PRAKSIS (Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus) bertajuk “Terang dari Tampelas: Menyalakan Keberlangsungan Fungsi Alam di Hutan Kalimantan” di Jakarta (20/6), dengan menghadirkan pembicara Achmad Zakaria (CEO Tata Habitat dan arsitek Project Tampelas) dan Alexandra Bastedo (CEO Conservana Trading Advisory). Keduanya merupakan staf senior dari Project Tampelas. Rezal sendiri berhalangan hadir, dan diwakili sahabatnya, Sigit Lingga dari Yayasan Bung Karno, Jakarta.
Yang menarik dari Project Tampelas, sejak awal tim RMU melibatkan masyarakat setempat untuk membangun desanya. Jadi, masyarakat tak sekedar menjadi penonton. Sehingga, masyarakat lokal yang hidup dalam keseharian di hutan lahan gambut bisa memahami soal merawat lingkungan hidup.
Menurut Alexandra, sifat lahan gambut yang asam membuat materi organik seperti daun,batang pohon di hutan yang jatuh ke tanah tidak membusuk. Materi organik itu lantas menumpuk hingga kedalaman 10 meter. Itulah yang disebut lahan gambut, yang mampu menyerap karbon dalam jumlah besar sehingga tidak lepas ke atmosfir dan mendorong naiknya suhu bumi. Pada tataran praktisnya, bila lahan gambut itu mengering, karbon tidak akan tertahan melainkan akan terlepas ke atmosfer dan meningkatkan risiko kebakaran hutan. Jadi, sangat penting untuk bisa menjaga kondisi lahan gambut agar tetap basah.
Di sini kehadiran RMU menjadi penting. RMU mengajak masyarakat desa Tampelas yang secara tradisi hidup dari tindakan secara langsung atau tak langsung merusak hutan dan mengakibatkan keringnya lahan gambut dengan segala resikonya. Secara bertahap, pola hidup ini diajarkan RMU, sehingga masyarakat yang semula bergantung pada perusakan hutan dan lahan gambut, menjadi mata-pencahariannya justru dari pelestarian lingkungan, termasuk menjaga agar lahan gambut tetap basah.
Cara yang ditempuh antara lain membantu masyarakat membudidayakan ikan gabus (Channa sp.) yang jumlahnya sangat berlimpah di sekitar desa Tampelas. Ikan gabus merupakan penghasil albumin, selain berguna untuk kesehatan, juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Inilah yang membuat RMU berniat mendirikan sebuah pabrik albumin yang hasilnya diharapkan membantu berdayakan masyarakat tanpa harus merusak lahan gambut.
Pendanaan untuk membangun pabrik didapat dari hasil konservasi hutan. Untuk memenuhi kebutuhan listrik, dibangun instalasi listrik bertenaga surya, sebuah sumber tenaga listrik yang ramah lingkungan.
RMU pun mengundang sejumlah ahli di bidangnya guna mewujudkan pabrik albumin. “Dalam proyek ini semboyan bhineka tunggal ika tidak sekedar menyangkut kebhinekaan dalam hal etnis, agama atau yang lain, melainkan lebih pada kebhinekaan dalam hal profesi. Profesi boleh berbeda-beda, tetapi tujuannya tetap satu, yakni membantu masyarakat untuk memperoleh penghidupan melalui pelestarian alam,” ucap Alexandra.
Hasilnya, sebelum ada proyek, penghasilan rata-rata penduduk Tampelas Rp. 30.000,- per hari. Dari jumlah tersebut Rp. 25.000,- digunakan membeli solar, sehingga sisanya tinggal Rp. 5.000,- yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kini, pendapatannya meningkat tajam.
Senyum masyarakat Tampelas begitu terlihat Bahagia saat RMU mempertontonkan film dokumenternya terkait pengembangan Pabrik Albumin sejak awal. RMU berharap keberhasilan Proyek Tampelas dapat menjadi sumber inspirasi bagi pembangunan berkelanjutan. RMU mengelola konservasi hutan rawa gambut seluas 157.000 hektare, mencakup 39 desa di Kalimantan Tengah.
Sementara Sigit Lingga dari Yayasan Bung Karno menambahkan, Project Tampelas mewujudkan cita-cita Presiden Sukarno agar bangsa Indonesia menjaga dan melestarikan alam Indonesia yang sangat kaya ini. Sigit mengutip Bung Karno soal hutan Indonesia sebagai “paru-paru dunia” dan harus dilestarikan.
Jurnalis: Abriyanto

