beritalima.com – PT Garam (Persero) tahun 2017 mentargetkan produksi garam dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebesar 395.000 ton. Target itu untuk meningkatkan jumlah tonase garam bahan baku nasional.
Direktur Utama PT Garam, Achmad Budiono, Selasa (14/2) mengatakan, produksi garam bahan baku pada tahun 2016 mengalami penurunan yang siginifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 pencapaian produksi garam bahan baku mencapai kurang lebih 25.000 ton, hal ini sangat bertolak belakang pada target RKAP yang mencapai 350.000 ton.
Keadaan seperti ini disebabkan bukan dari kinerja perusahaan yang mengalami kemrosotan, melainkan cuaca yang terjadi di Indonesia sangat tidak memungkinkan untuk menjalankan produksi garam bahan baku. Adanya fenomena La Nina yang melanda Indonesia menyebabkan gagal panennya PT.GARAM dalam memproduksi Bahan Baku.
Akan tetapi hal itu menjadi cerita yang menarik disisi keutungan atau laba. Pada tahun 2016 PTGaram mendapatkan laba hingga Rp 56 miliar. Hal ini belum pernah terjadi pada 5 tahun terakhir. Pencapain laba fantastis tersebut membuat keadaan keuangan PT Garam mengalami kemajuan dan mampu bergerak lebih banyak.
Dikatakannya, target produksi tahun ini diantaranya didapatkan dengan melanjutkan extensifikasi lahan pegaraman di Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti lokasi pegaraman Ende, sabu raiju dan teluk Kupang.
Langkah selanjutnya adalah revitalisasi pegaraman Madura yang dimulai dari peminihan. Intensifikasi lahan pegaraman yang meliputi proses pembuatan garam, pembangunan/revitalisasi fasilitas pengelolahan garam, penyerapan garam rakyat, optimalisasi aset dan aplikasi erp dalam proses bisnis.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan kondisi cuaca dan iklim di tahun 2017 berada dalam kondisi netral atau normal dibanding 2015 dan 2016. Namun potensi ancaman kondisi cuaca lokal dan meningkatnya hotspot patut diwaspadai karena bisa memicu kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan, tren cuaca pada tahun 2017 ada kemungkinan normal. Tetapi faktor perubahan iklim dan keberagaman tingkat kerentanan masing-masing wilayah berbeda satu sama lain.
Ada beberapa wilayah yang hujannya ekuatorial yakni memiliki dua kali musim kemarau. Misalnya pada Februari sampai Maret di wilayah Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah mengalami kemarau, lalu masuk lagi hujan di bulan April-Mei. Kemudian pada Juni kembali lagi ke musim kemarau. (jal)