SURABAYA – beritalima.com, Henry J Gunawan diperiksa majelis hakim dalam persidangan kasus penggelapan saham PT Gala Bumi Perkasa (PT GBP) untuk proyek pembangunan Pasar Turi
Di hadapan ketua majelis hakim yang Anne Rusiana, Henry membeberkan bahwa pembelian saham oleh PT Graha Nandi Sampoerna (GNS) sebesar 25,5 persen hanya untuk proyek Pasar Turi. Dana pembelian saham itu sebesar Rp 17 miliar, sedangkan dana RP 17 miliar lainya untuk modal kerja atau working capital kewajiban PT GNS.
“Sedangkan setoran Rp 34 miliar adalah menjadi kewajiban perusahaan Totok Lucida dan Turino Junaedy dalam proyek Pasar Turi,” kata Henry pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (12/11/2018).
Henry juga menyebut bahwa dana yang mengalir ke PT GBP seolah-olah pinjaman. Namun nyatanya tidak pernah digunakan oleh PT GBP.
“Seolah-olah PT GBP hutang kepada PT GNS. Namun kenyataanya tidak pernah. Makanya saya minta aktanya dibuat,” kata Henry.
Menurut Henry, seharusnya dengan adanya akta nomor 18 tersebut maka akta sebelumnya tidak berlaku.
“Akta nomor 15 itu ada sebelum akta nomor 18. Artinya kalau sudah akta baru yang lama tidak berlaku lagi,” tambahnya.
Pada sidang kali ini, Henry juga membantah jika dikatakan pernah menjanjikan keuntungan. Bahkan, pihaknya menyebut dalam akta nomor 18 disebutkan bahwa jika terdapat keuntungan atau kerugian maka akan ditanggung bersama.
“Tidak pernah saya menjanjikan keuntungan. Bahkan kalau ada keuntungan atau kerugian ditanggung bersama sesuai porsi saham,” bantah Henry.
Sementara itu usai sidang, Henry menambahkan, seharusnya akta harus direvisi sesuai fakta apa adanya.
“Misalkan terkait perubahan saham dan siapa legalnya dalam perjanjian harus jelas. Akta harus dibenerin apa adanya,” katanya.
Tak hanya itu, pria keliahiran Jember itu juga menyampaikan bahwa pihaknya baru mengetahui bahwa Heng Hok Soei alias Shindo Sumidomo ternyata tidak memiliki saham di PT GNS. Bahkan, saat perjanjian dibuat dikatakan bahwa Heng Hok Soei berstatus sebagai Dirut PT GNS, ternyata menjabat Komisaris Utama.
“Saat perjanjian katanya Dirut, ternyata jabatanya Komisaris Utama,” tambahnya.
Terpisah, Agus Dwi Warsono, kusa hukum Henry mengatakan, dana tersebut diantaranya untuk pembelian saham PT GBP oleh PT GNS sebesar Rp 17 miliar untuk saham 25,5 persen. Dalam saham KSO tertuang bahwa PT GBP mendapat saham sebesar 51 persen dalam proyek Padar Turi Gala Mega Invesment Join Operation.
“Saham itu jelas hanya untuk proyek Pasar Turi dan bukan saham persero. Dasarnya jelas yaitu saham bagian dari persetujuan KSO proyek Pasar Turi,” katanya.
Ia menjelaskan, dari saham 51 persen itu dijual separuh ke PT GNS. Karena itu, apa yang tercantum dalam akta nomor 18 menjadi dan akta sebelumnya tidak berlaku.
“Karena itu akta notulen kesepakatan 2010 tidak usah digunakan lagi, termasuk akta nomor 15 itu,” kata Agus.
Terkait dana lainya yang disetorkan oleh PT GNS, hal itu menjadi working capital atau modal kerja masing-masing perusahaan peserta join operation. Dalam hal ini yang belum setor adalah perusahaan Totok Lucida dan Turino Junaedy sesuai komposisi saham.
“Karena modal kerja ditanggung semua. Maka yang belum menyetor modal kerja ditalangi dulu oleh PT GNS. Nah dalam hal ini yang punya kewajiban dan belum setor kan sudah jelas,” kata Agus.
Agus juga menegaskan, pemberian Bilyet Giro (BG) adalah sebagai bentuk itikad baik dari PT GBP sesuai kesepakatan. Dalam hal ini, pihak PT GBP bahkan sudah berkirim surat bahwa BG tersebut tidak boleh dicairkan sebelum akta perjanjian dibuat.
“Apa kalau mengeluarkan BG ini statusnya sudah perjanjian, kan tidak. BG itu bisa dijalankan jika legal standingnya sudah dibuat,” tegasnya. (Han)