Akan tetapi, perusahaan pengelola limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) itu justru akan mempidanakan provokatornya, bila tidak segera berhenti menghasut warga.
“Kami tidak akan mempidanakan warga, karena warga hanyalah korban provokasi kelompok tertentu,”kata Direktur PT PRIA, Luluk Wara Hidayati, pada wartawan di Surabaya, Rabu (1/6/2016) malam.
Luluk menuturkan, tidak kurang-kurang pihaknya berempati pada warga sekitar perusahaan. Selain banyak merekrut warga sebagai pegawai, juga tidak jarang pihaknya menyalurkan bantuan kepada warga setempat.
“Sebanyak 73 persen dari total 350 karyawan PT PRIA adalah warga sekitar, termasuk warga Lakardowo,” jelas Luluk.
Terus, “Kami juga mempunyai program CSR untuk masyarakat seperti menyantuni anak yatim dan janda. Belum lagi bantuan operasional setiap tahun di lima pedukuhan di Desa Lakardowo,” beber dia.
Luluk menolak perusahaan yang dia pimpin dituduh telah mencemari sumur warga hingga warga jadi gatal-gatal. Sebab, berdasarkan hasil analisa air tanah pada empat lokasi sumur penduduk dan di lokasi PT PRIA, hampir semua parameter masih di bawah baku mutu.
“Kami justru menemukan sumur warga untuk mandi itu malah dekat dengan kandang sapi. Jadi bukan karena pencemaran limbah B3. Bukan karena kandungan logam berat, tapi karena bakteri mikrobiologi. Silakan periksakan ke dokter, apa penyebab penyakit kulit gatal warga,” timpal Christine, bagian Legal dan Marketting PT PRIA.
Managemen PT PRIA mengungkapkan semua itu, karena perusahaan pengolah limbah B3 itu belakangan beberapa kali didemo warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.
Pertama warga berunjuk rasa di depan kantor Pemkab Mojokerto, Rabu (25/5/2016) lalu. Demo tersebut juga dilanjut di Kantor Pemprov Jatim, Kamis (2/6/2016). Mereka menuntut penutupan lahan limbah B3 milik PT PRIA.
Menurut Koordinator Presidium Masyarakat Peduli Lakardowo, Nurasim, warga Lakardowo telah merasakan dampak dari pengolahan dan pemanfaatan limbah PT PRIA. Selain banyak warga yang sakit, sumur juga tidak bisa difungsikan kembali akibat tingkat pencemarannya yang tinggi.
Nurasim mengatakan, sejak berdirinya industri pengolahan dan pemanfaatan limbah B3 tahun 2010 lalu, warga Lakardowo merasakan adanya perubahan terhadap kondisi lingkungannya. Terkait hal tersebut, pihaknya memiliki bukti hasil uji laboratorium kualitas air tanah di sekitar PT PRIA oleh Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) pada bulan Maret dan April tahun 2016.
“Data Ecoton, delapan air sumur yang ada di kedung palang Desa Lakardowo tidak memenuhi baku mutu air bersih. Ini tidak layak untuk mandi cuci atau bahkan tidak layak konsumsi. Atas fakta tersebut, warga mendesak Bupati untuk menghentikan operasional PT PRIA. Selain itu, kita minta Pemkab Mojokerto melakukan kajian terhadap ijin pembangunan gedung baru yang kini sudah beroperasional,” ujarnya.
Pihaknya mendeadline bulan puasa PT PRIA harus sudah tutup. Jika tidak, warga mengancam akan mengerahkan massa yang lebih banyak lagi untuk berunjuk rasa.
Akan tetapi, tuduhan tersebut dibantah pihak PT PRIA. Perusahaan ini siap membuktikan kalau memang benar ada pencemaran di sumur warga itu bukan dampak dari PT PRIA, tapi dari ketidakbersihan sekitar sumur warga sendiri.
Selain itu, dalam pertemuan dengan para wartawan itu justru terungkap kalau ada pihak tertentu yang bermain di belakang aksi unjuk rasa warga. (Ganefo)
Teks Foto: Direktur PT PRIA, Luluk Wara Hidayati (kanan), dan Head of Marketting PT PRIA, Christine (tengah), saat memberi keterangan pers.