SURABAYA – beritalima.com, Alpard Jeles R Poyono Bin Eko Adi Priyono (20), terdakwa kasus meninggalnya Rio Ferdinan Anwar, mahasiswa Diklatsar Taruna Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya dihukum 4,5 tahun penjara.
Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan 7 tahun penjara yang pernah diajukan Jaksa Kejari Tanjung Perak, Herlambang Adhi Nugroho sebelumnya.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Alpard Jeles Poyono Bin Eko Adi Priyono terbukti bersalah sesuai dakwaan kedua JPU Pasal 351 ayat (3) KUHP yaitu melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya seseorang,” kata ketua majelis hakim Hj. Widiarti di ruang Sidang Sari 1 PN Surabaya. Selasa (15/8/2023).
Menyikapi putusan dari majelis hakim tersebut, Jaksa Penuntut maupun Kuasa Hukum terdakwa Alpard Jeles Poyono menyatakan pikir-pikir atas lamanya pidana badan yang dijatuhkan.
“Kami pikir-pikir yang Mulia,” kata Jaksa Herlambang.
Dalam surat Dakwaan di sebutkan bahwa pada hari Minggu 5 Pebruari 2023 pukul 19.30 WiB di kamar mandi Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Gunung Anyar, Surabaya telah terjadi tindak pidana pengeroyokan yang direncanakan terlebih dahulu yang menyebabkan kematian, oleh mahasiswa senior terhadap mahasiswa yunior.
Caranya, korban RFA dipukuli pada bagian perutnya oleh terdakwa Alpard Jales Poyono dengan menggunakan tangan kanan. Hal itu membuat korban tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak.
Usai memukul, terdakwa Alpard Jales Poyono bertanya kepada korban ‘ada yang sakit ta,? Kalau saki tak lihate” dan dijawab oleh korban ‘tidak senior’ lalu terdakwa Alpard Jales Poyono melayangkan pukulan kedua menggunakan tangan kanannya pada bagian perut atas.
Buntut aksi pemukulan tersebut membuat korban RFA tersungkur dan jatuh ke lantai tidak bergerak sehingga pelipis korban di bagian kanan terbentur tembok dan pipa.
Berdasarkan visum et repertum tanggal 7 Pebruari 2023, ditemukan luka memar pada leher kiri dan dada. Luka lecet pada pipi kanan dan dada, luka robek pada selaput bibir bawah kiri yang diakibatkan kekerasan benda tumpul terhadap dari korban RFA.
“Pergelangan kanan dan kiri tampak kebiru-biruan. Kekerasan dengan tumpul tersebut mengakibatkan tekanan pada lambung korban,’ kata jaksa Herlambang saat membacakan surat dakwaannya di rumah ruang sidang Tirta 2 Pengadilan Negeri Surabaya.
Terpisah ayah korban, Muhammad Yani berharap putusan yang seadil-adinya pada majelis hakim yang menyidangkan perkara dengan korban anaknya ini.
Hal senada juga ditegaskan oleh tim kuasa korban RFA. Yakni Mohammad Rendy Hizbullah. Kepada awak media Rendy mengatakan, nyawa tidak mungkin dapat dikembalikan,
“Nyawa tidak mungkin kembali, jadi kita minta yang seadil-adilnya. Hukum juga harus ada untuk terdakwa dua yakni Daffa,” tegas pengacara Rendy didampingi pengacara Dwi Noviandi.
Terpisah Jaksa Kejari Tanjung Perak Herlambang Adhi Nugroho menyebut tuntutan maksimal yang diberikan kepada terdakwa Alpard Jeles dengan berbagai pertimbangkan, antara lain, perbuatan yang dilajukan oleh terdakwa menyebabkan RFA meninggal dunia.
“Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan dilajukan di kampus Poltekpel Surabaya,” sebutnya selesai persidangan. (Han)