Oleh : Wibisono,SH,MH
Perdebatan mengenai kepemilikan atas Pulau Pasir atau Ashmore Reef akhir-akhir ini mencuat di media lokal maupun internasional. Sebagian pakar hukum, pengamat dan masyarakat meyakini, pulau milik Australia ini adalah bagian dari NKRI.
Ashmore Reef dikenal sebagai Pulau Pasir oleh orang Indonesia. Namanya berasal dari kata dalam bahasa Rote ‘Nusa Solokaek’. Menurut badan pemerintah Geoscience Australia, Pulau Pasir adalah bagian dari Kepulauan Ashmore dan Cartier.
Klaim Australia didasarkan pada nota kesepahaman (MoU) nelayan Indonesia dengan Australia tahun 1974. Namun sebenarnya di 1997, RI-Australia kembali meneken MoU terbaru soal penentuan batas-batas wilayah di kawasan Pulau Pasir.
Mengintip situs resmi Australia, ga.gov.au, pulau itu digambarkan terletak di tepi luar landas kontinen di Samudera Hindia dan Laut Timor, sekitar 320 kilometer di lepas pantai barat laut Australia dan 170 kilometer selatan Pulau Rote Indonesia.
Mereka memiliki luas gabungan 1,12 kilometer persegi, yang terbesar adalah sekitar satu kilometer panjangnya.
Nelayan Indonesia mengunjungi Ashmore Reef setiap tahun di bawah Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh Pemerintah Australia dan Indonesia, yang memungkinkan mereka untuk memanfaatkan wilayah laut yang telah mereka akses secara tradisional selama berabad-abad.
Untuk menyikapi masalah ini harusnya pemerintah melalui kementerian luar negeri melakukan jalur diplomasi dan TNI kerahkan kekuatannya untuk Positive occupation.
Ini malah kementrian luar negeri mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dan terlalu terburu buru bahwa pulau pasir milik Australia. Ada apa gerangan?.
Penulis curiga ada sesuatu yang tidak diungkap di publik dalam masalah sengketa pulau pasir ini. Perdebatan ini berakar dari Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Timor, Rote, Sabu dan Alor di Laut Timor, Ferdi Tanoni. Dia adalah ketua yayasan yang memperjuangkan hak rakyat NTT atas Laut Timor, yakni Yayasan Peduli Timor Barat.
Ferdi juga merupakan Peraih Penghargaan Civil Justice Award Nasional dari Presiden Australian Lawyers Alliance-ALA. Mantan agen imigrasi ini menyebut Pulau Pasir bagian dari Indonesia.
Menurut Penulis dari referensi Heritage yang
dia peroleh ketika pada masa pemerintahan kolonial Belanda berkuasa atas Kerajaan (Belum Indonesia) Netherlandsch Indie (pemerintah Hindia Belanda) telah dilakukan pencatatan dan pengukuran atas lokasi Poelo Pasir, tercatat dalam acte Van Eigendom seluas lebih kurang tertanda, Oppervlakte 25.6000-an hektar, berdasarkan surat ukur (meetbrief) tertanda Juli 1927 atas nama seorang bangsawan Indonesia.
Seharusnya pemerintah meneliti dan mengumpulkan semua informasi data terkait pulau pasir ini, termasuk mendengarkan suara rakyat disana, disamping mempelajari sejarah, ada juga surat acte van eigendom dan verponding yang diterbitkan Belanda pada saat itu atas nama Nyimas Entjeh, adalah warga negara Indonesia, atas pulau pasir tersebut
Dengan bukti kepemilikan surat acte van eigendom dan verponding bisa di buktikan secara forensik ke Belanda, apa betul benar adanya?, Pemerintah harus membentuk tim khusus untuk investigasi dalam masalah ini.
Apapun yang berkaitan Kedaulatan negara, sejengkal tanah pun kita tidak boleh abai, apalagi saat ini Pihak Australia telah terang terangan mengusir nelayan Indonesia dengan menembakkan senjata dan menenggelamkan mereka.
pemerintah Indonesia harus mengkaji ulang dan lakukan penelitian dengan teliti agar pulau pasir ini dapat di pertahanan sebagai bagian Wilayah Republik Indonesia.
Penulis: Pengamat militer dan pertahanan, Ketua Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN)