Pusat Pemberdayaan Penyandang Disabilitas Gelar Pelatihan Kebencanaan Inklusif

  • Whatsapp
Pusat Pemberdayaan Penyandang Disabilitas gelar pelatihan kebencanaan inklusif

Denpasar, beritalima.com|- Sebagai upaya memperkuat kesiapsiagaan bencana yang benar-benar inklusif, Pusat Pemberdayaan Penyandang Disabilitas atau PUSPADI Bali gelar kegiatan Disability Awareness dan Pelatihan Simulasi Kebencanaan Inklusif di Azana Boutique Hotel Denpasar, Bali (9+10/12).

Kegiatan ini diikuti berbagai OPD, BPBD, PMI, Tagana, FPRB, serta organisasi penyandang disabilitas (OPDis) di Provinsi Bali.

Direktur PUSPADI Bali Putu Juliani Lawalata menyampaikan, inklusi kebencanaan adalah amanat undang-undang. “Melalui kegiatan ini kita bersama mempelajari penanggulangan bencana yang inklusif, sesuai dengan amanat peraturan yang telah tertulis jelas,” ujarnya.

Sejak sesi pembuka, suara kritis peserta langsung menyibak realitas yang sering diabaikan. Seorang peserta menyoroti video simulasi hotel yang hanya mengandalkan sirine.

“Bagaimana dengan teman-teman Tuli?” tanyanya. Kritik lain muncul tentang akses bangunan yang terjal bagi kursi roda dan ketiadaan panduan bagi Netra. Situasi ini memperlihatkan hambatan terbesar justru hadir sebelum bencana terjadi: lingkungan yang tidak ramah akses bagi difabel.

Fasilitator Edi Suprianto dari Sehati Jateng menekankan pentingnya kesadaran risiko lingkungan. “Kita mempelajari bagaimana menyelamatkan diri saat lingkungan tidak akses, dan menunjukkan seperti apa akses yang sebenarnya. Jangan sampai tempatnya tidak akses, lalu cara kita menyelamatkan diri juga salah. Itu justru menambah bahaya,” jelasnya.

Kritik dan kebingungan juga datang dari aparat BPBD Bali. “Kami belum paham bagaimana menangani teman Netra yang tidak memiliki ponsel untuk menerima informasi kesiapsiagaan. Kami juga belum tahu cara berkomunikasi dengan teman Tuli,” ungkap salah satu perwakilan.

Hari kedua pelatihan diisi dengan simulasi lapangan. Peserta belajar membimbing Netra, memberi instruksi visual bagi Tuli, serta mengevakuasi pengguna kursi roda dengan aman.

Suasana intens dan penuh praktik langsung ini menjadi pengalaman pertama bagi banyak peserta berinteraksi dengan Difabel dalam konteks darurat kebencanaan.

Kegiatan ditutup dengan penyusunan rencana tindak lanjut dari masing-masing instansi. Langkah ini menjadi awal menuju pengurangan risiko bencana (PRB) yang inklusif.

Pelatihan ini sekaligus memperlihatkan kesiapsiagaan bencana secara nasional yang tidak inklusif adalah bencana itu sendiri. Kritik muncul harus menjadi bahan bakar perubahan. Harapan besar kini ada di tangan para pemangku kebijakan dan masyarakat untuk menjadikan inklusi bukan jargon, melainkan kenyataan yang menyelamatkan nyawa.

Jurnalis: abdul hadi (netra) dan abri

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait