SURABAYA – beritalima.com,
Putusan Pailit No 35/pailit/2012/PN Niaga Surabaya, terhadap toko Harapan Baru dan Mitra Teknik jalan Kartini No 33 RT 003-RW 003, Kelurahan Brang Bara, Kecamatan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, dilawan oleh Ibu Lussy alias Kwan Kok Ing.
Bagi Lussy, putusan itu bertentangan dengan syarat-syarat Pailit dalam Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dan jika tetap diterapkan akan menyengsarakan dirinya, Minggu (29/4/2018).
Penyebabnya, Pertama, adalah tidak terpenuhinya amanat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 37 Tahun 2004 yang berbunyi ; ‘Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya’.
Sehingga, untuk memenuhi kewajiban pasal 2 ayat (1) UU No 37 tahun 2004 tersebut Bank Rakyat Indonesia (BRI) menarik asuransi PT Beringin Sejahtera Artha Makmur (BSAM) yang bergerak dibidang asuransi kebakaran sebagai Debitur. “Padahal saya tidak mengenal PT BSAM bahkan tidak ada hubungan hukum dengan PT itu,” kata Ibu Lusy.
Kedua, sebagai tergugat pailit Lussy tidak pernah diberikan kesempatan membela diri dengan cara membayar seluruh atau sebagian dari hutangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya sesuai amanat pasal 222 ayat (2) dan (3) UU No. 37 Tahun 2004. “Saya dan anak saya pernah mendatangi BRI cabang Denpasar untuk melunasi semua sisa hutang saya, tapi mereka (BRI) tidak mau atau menolak keinginan saya. Bahkan tetap memaksa saya pailit,” tandasnya.
Ketiga, pelaksanaan eksekusi putusan pailit terkesan dipaksakan dan serampangan oleh kurator pengganti NG.”Tiba-tiba waktu saya berangkat keluar negeri dengan anak perempuan saya pada Kamis 23 Nopember 2017, kurator NG melakukan penyegelan paksa. Bahkan terhadap usaha anak saya yang tidak termasuk debitur pailit, padahal yang meninjau dan mengaudit harta benda saya adalah kurator Ibu Sari, tapi eksekusinya dilakukan oleh kurator pengganti NG,” sambungnya.
Yang Keempat, adalah tata cara penyegelan atas usaha Lussy diduga melanggar ketentuan pasal 98 UU No 37 tahun 2004 ; ‘Sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima’.
Saat penyegelan, ternyata kurator menyita semua benda bergerak milik kami dan anak kami, seperti uang dan perhiasan tanpa berita acara. “Pun juga terhadap ketentuan pasal 22 UU 37/2004 dimana kami tidak diperbolehkan mengeluarkan hewan-hewan peliharaan kami dari gudang, ratusan ekor ayam, bebek, burung merpati dan angsa,” sesal Ibu Lussy.
Kelima, Lussy mempersoalkan indepensi kurator, sesuai Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU sudah mengatur seorang kurator harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor dan kreditor. “Kuratornya berat sebelah, lebih berpihak ke BRI,” lanjut Ibu Lussy alias Kwan Kok Ing.
Sedangkan yang Keenam, terkait mahalnya biaya kepailitan dan fee kurator, “Biaya kepailitan dan fee kuratornya sangat fantastis, saya disuruh bayar Rp 5 miliar lebih, sementara sisa utang saya tinggal Rp 5,1 milyar dan jaminan yang dijadikan sebagai agunan kredit dalam bentuk benda tidak bergerak berjumlah Rp 31 milyar itupun belum termasuk benda bergerak dan barang-barang yang saya miliki di kedua toko saya,” pungkas Ibu Lussy.
Sebelumnya, Kepailitan toko Harapan Baru dan Mitra Teknik milik Lusy alias Kwan Kok Ing warga jalan Kartini No 33 RT 003-RW 003, Kelurahan Brang Bara, Kecamatan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, menyisakan sengketa. Sumber masalahnya karena Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Sumbawa Besar pada 2013 lalu, melalui putusan No 35/pailit/2012/PN.Niaga Surabaya, menyatakan bahwa kedua toko tersebut pailit.
Pasca putusan keluar, Lussy menuding persidangan pailit yang diajukan BRI cabang Sumbawa Besar ke Pengadilan Niaga Surabaya tersebut sengaja dilakukan untuk menghabisi dirinya, sebab kreditor kedua atau kreditor siluman yang ditarik oleh BRI cabang Sumbawa, yaitu Perusahaan Asuransi Kebakaran PT Beringin Sejahtera Arthamakmur (BSAM), tidak pernah hadir dan datang untuk menuntut haknya dalam persidangan. Bahkan semenjak saya dinyatakan pailit tanggal 23 Febuari 2013, usaha Lussy tidak pernah bangkrut seperti apa yang diputuskan oleh Pengadilan Niaga Surabaya, bahkan sebaliknya usaha saya semakin besar dan berkembang.
Tak hanya melakukan penolakan saja, Lussy juga membawa persoalan tersebut ke berbagai lembaga negara seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial (KY), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Han)