Oleh :
Rudi S Kamri
Lagi-lagi PSSI menciptakan rekor yang WOW. Tanggal 27 Juli 2019 PSSI mengadakan KLB (Kongres Luar Biasa) di Hotel Mercure Ancol Jakarta, hanya dengan hitungan jam sejak KLB dibuka langsung ditutup dengan 4 keputusan penting. Yaitu tentang :
1. Susunan Komite Pemilihan (KP)
2. Susunan Komite Banding Pemilihan (KBP)
3. Perubahan statuta PSSI
4. Percepatan waktu kongres PSSI
Seperti yang dikeluhkan oleh Manajer Persib sebagai salah satu voter PSSI, apa yang dilakukan PSSI bukan kongres tapi hanya sekedar pengumuman sepihak. Karena 86 voters PSSI yang seharusnya memegang kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan kongres PSSI sama sekali tidak dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan, hanya diminta persetujuan saja. Aneh
PSSI ternyata tidak berubah. Dalam kongres tersebut, petinggi PSSI sama sekali tidak menyinggung terbongkarnya mafia pengaturan skor (match fixing) yang sedang dalam proses pengusutan aparat penegak hukum. PSSI juga tidak memberikan apresiasi atas kerja keras Komite Perubahan Sepakbola Nasional (KPSN) yang mempunyai andil besar dan signifikan atas terbongkarnya kasus mafia sepakbola ini.
Dan yang lebih mengenaskan, dalam kongres tersebut PSSI terkesan tidak menghargai niat baik Presiden Jokowi yang telah mengeluarkan INPRES No 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional. PSSI sama sekali tidak menyinggung atau memberikan apresiasi terhadap niat baik dari Presiden. Ini sangat jelas menandakan PSSI seolah selalu berlindung di balik statuta FIFA dan statuta PSSI untuk tidak memberikan ruang kepada Pemerintah dan masyarakat untuk membantu memperbaiki PSSI yang sedang berdarah-darah.
Kalau saja elite PSSI bijaksana dan mempunyai niat baik untuk memperbaiki persepakbolaan Nasional, seharusnya petinggi PSSI mengajak KPSN duduk bersama untuk membahas masa depan persepakbolaan Nasional. Bahkan seharusnya personal yang duduk dalam Komite Pemilihan atau Komite Banding Pemilihan adalah orang-orang yang direkomendasikan oleh KPSN. Bukan justru memilih orang-orang yang mendukung status quo PSSI.
Dengan sikap defensif yang diambil oleh Iwan Budianto sebagai Plt Ketua Umum PSSI, kita tidak lagi bisa berharap lebih banyak dari PSSI untuk berbenah menjadi lebih baik. Yang akan terjadi, PSSI ke depan akan tetap seperti sekarang. Dimana merah hitamnya persepakbolaan Indonesia ditentukan oleh kemauan Sang Bandar. Dan Pengurus PSSI siapapun Ketua Umumnya yang akan terpilih pada Kongres 2 November 2019 nanti hanya pion-pion yang menjadi operator dari keinginan Sang Mafioso.
Prediksi saya, awan gelap masih akan menyelimuti harapan masyarakat terhadap prestasi Persepakbolaan Nasional di masa yang akan datang. Satu-satunya jalan untuk menyibak awan gelap tersebut adalah harus ada Keppres tentang Persepakbolaan Nasional sebagai tindak lanjut teknis atau penjabaran dari INPRES No 3 Tahun 2019. Dalam Keppres tersebut Presiden Jokowi harus membentuk badan atau lembaga khusus sebagai pelaksana teknis koordinasi lintas instansi untuk merealisasikan Inpres No 3 tahun 2019. Dan saran saya KPSN dapat dipertimbangkan dengan serius sebagai embrio badan tersebut.
Tanpa ada langkah-langkah yang ekstrim dari Pemerintah, kita jangan berharap akan ada perbaikan secara signifikan dalam prestasi Persepakbolaan Nasional. Karena hanya berharap pada elite PSSI yang saat ini berkuasa untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia, adalah pekerjaan yang sia-sia tanpa makna. Yang terjadi pertandingan sepakbola yang merupakan olahraga favorit masyarakat Indonesia, hanya akan tetap menjadi pertunjukan dagelan yang sudah diatur dari ruang sejuk Sang Bandar.
Anda rela kita dipermainkan seperti itu ?
Kalau saya tidak sudi !!!
*Salam SATU Indonesia*
28072019