SURABAYA, beritalima.com|
Rabies saat ini tengah menjadi perbincangan di masyarakat. Bahkan ada anak-anak yang dikabarkan meninggal akibat terpapar virus ini. Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair), Dr Nusdianto Triaksono drh MP menanggapi terkait hal ini.
Penularan Rabies
Ia mengatakan bahwa penyakit rabies memiliki berbagai macam nama, antara lain Lyssa atau Hidrofobia, tapi di Indonesia lebih dikenal sebagai penyakit anjing gila. Penularan rabies bisa terjadi dari hewan ke manusia atau hewan ke hewan melalui gigitan.
“Virusnya itu banyak di sekitar mulut, khususnya saliva atau liur. Melalui gigitan atau cakaran maka virus bisa terbawa menembus kulit dan masuk ke dalam tubuh,” katanya.
Saat terjadi luka terbuka pada kulit dan terkena jilatan hewan rabies, maka ada kemungkinan virus masuk ke dalam tubuh.
“Kulit sebenarnya berfungsi sebagai pelindung. Jika kulit terbuka karena tergores atau luka maka agen infeksi seperti bakteri atau virus termasuk virus rabies bisa saja masuk ke jaringan di bawah kulit dengan mudah,” ujarnya.
Berikan Dampak
Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medis, Pendidikan, Penelitian, dan Keperawatan Veteriner Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Unair tersebut menuturkan bahwa virus rabies dapat merusak otak dan membuat sistem saraf pusat tidak bekerja dengan baik.
“Di manapun bagian tubuh yang digigit, virus ini akan berakhir di otak atau sistem saraf pusat,” tuturnya.
Hal ini tidak hanya terjadi pada hewan tapi pada korban gigitannya, dengan case fatality rate hampir 100 persen. Artinya, korban gigitan anjing penderita rabies umumnya meninggal dunia.
Beberapa Gejala
Ada beberapa bentuk gejala hewan penderita rabies yang bisa diwaspadai oleh masyarakat. Gejala yang terlihat jelas adalah hewan penderita rabies bisa menjadi lebih agresif.
“Pada tahap tertentu, hewan rabies bisa lebih agresif. Dia bisa menggigit apa saja, manusia bahkan kayu atau benda-benda lain digigit,” paparnya.
Tapi ada tahapan lain yang dinamakan tahap paralitik. Pada tahap ini hewan menjadi lebih diam bahkan mengarah pada kelumpuhan.
“Dia tidak banyak bergerak jadi diam sekali,” ucapnya.
Kelemahan yang terjadi pada hewan rabies akan berdampak pula pada korban yang digigitnya. Hewan ternak yang biasa digunakan sebagai kurban ternyata dapat terpapar rabies.
“Hewan ternak yang terkena rabies cenderung lebih diam, bisa juga ada gejala takut air atau hidrofobia hingga takut terhadap sinar atau fotofobia,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa rabies bisa terjadi pada semua hewan.
“Memang rabies ini bisa menyerang semua hewan, utamanya makhluk berdarah panas seperti anjing, kucing, atau kelelawar, termasuk hewan ternak atau hewan yang ada di kebun,” imbuhnya.
Berikan Pesan
Lebih lanjut, Nusdianto berpesan kepada masyarakat jika mencurigai hewan peliharaannya terpapar rabies untuk segera melapor ke dokter hewan atau Dinas Peternakan. Begitu pula bila ada korban gigitan hewan, laporan tetap harus dilakukan.
“Begitu hewan menggigit maka tangkap, amankan, dan jangan dibunuh. Supaya kita periksa dulu hewan ini menderita rabies atau tidak,” terangnya.
Nusdianto menyarankan bagi korban gigitan untuk pergi ke pelayanan kesehatan terdekat agar mendapat penanganan segera.
Vaksinasi Rabies
Upaya untuk mencegah terpaparnya virus rabies adalah dengan melakukan vaksinasi. Vaksin rabies sudah tersedia, sehingga masyarakat diharapkan lebih proaktif dalam memanfaatkannya.
Vaksin rabies bisa dilakukan sekali dalam satu tahun. Masyarakat bisa menghubungi dokter hewan atau dinas peternakan setempat untuk mendapatkan.
Beberapa fasilitas lain seperti vaksinasi rabies massal juga kerap dilakukan oleh RSHP Unair. Upaya ini dilakukan guna membantu pemerintah dalam mewujudkan Indonesia bebas rabies pada 2030.
“Di RSHP Unair selalu mengadakan vaksinasi massal supaya capaian vaksinasi meningkat. Biasanya kami lakukan saat momen-momen penting seperti memperingati hari kedokteran hewan dunia atau hari peringatan rabies,” tutupnya. (Yul)