Oleh: Dr. Moh. Mukhrojin, S.Pd.I, SH, M.Si
Pengasuh Pesantren Bismar Almustaqim
Baru baru ini pesantren menjadi sorotan dalam berita Nasional karena ada 2 pesantren yang terindikasi berpaham Radikal, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan “Dari data ( BNPT) itu setelah ditindaklanjuti oleh balitbang , kalau tidak salah ada dua saja yang terindikasi ( radikal), dari 12 atau 16 nama ( pesantren) dari BNPT. Setelah ditindak lanjuti, dilakukan penelitian hanya dua saja”
Dalam menangani kasus radikalisme ini sudah semestinya pemerintah menggunakan pendekatan dengan cara Apple to Apple yaitu perbandingan yang proporsional, propaganda Dalil dengan dalil, ayat dengan ayat, idiologi dengan idiologi sehingga faham ini semakin tereduksi secara optimal.
Pondok Pesantren yang dikenal di masyarakat kita adalah lemabaga pendidikan yang mengajarkan budi pekerti sopan dan santun serta mempunyai sumbangsih yang besar dalam memperjuangkan Kemerdekan bangsa ini jangan sampai di Nodai dengan Framing yang negatif sebagai sangkar bibit Radikalisme.
Ajaran Pondok Pesantren Nusantara yang dikenal masyarakat luas dengan kesederhanaan dan ke ikhlasan dalam kehidupan sehari hari rasanya sangat kontra dengan prilaku radkalisme yang dikenal buas dan bringas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Definisi Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekrasan dan drastis
Budaya Pondok Pesantren di Nusantara yang lebih dikenal “ Samina wa Ato’na” , Sendiko Dawuh apa kata kyainya menjadikan sangat kontra jika budaya santri mempunyai paham radikal. Terlebih santri yang mempunyai Ilmu Agama yang tinggi maka ibarat padi semakin berisi semakin merunduk.
Potret Pesantren masa kini
Dengan seiringnya waktu, mungkin karena pengaruh globalisasi dewasa ini bermunculan berbagai pesantren yang sepertinya “ agak berbeda” dengan pondok pesantren yang sudah lama berdiri lama di berbagai daerah negara kita, biasanya dipondok Pesantren yang sudah lama di Daerah kita ada sosok Kyai yang menjadi panutan utama santrinya namun Pesantren yang “ baru” ini tidak mengenal kyai, adanya system yang sudah dijalankan sehingga para dewan pengajar menjalankan sesuai system yang sudah di tetapkan, hal inilah yang mungkin perlu di waspadai jika para dewan guru mempunyai paham radikal akan menyebabkan menularnya wabah virus idiologi ini, dan lebih parahnya lagi faham radikalisme dijangkiti oleh mayoritas dewan guru dalam suatu pesantren, maka dalam hal ini Pemerintah dalam otoritasnya bisa menutup bahkan membinasakan Pesantren yang berpaham radikal tersebut.
Dalam Sejarah Islam pun Rasulullah pernah membakar masjid namanya Masjid Ad- Dhirar, Masjid ini juga disebut dengan Masjid Munafiq karena dibangun oleh golongan Ansar atas arahan Abu’ Amir al-Rahib, seorang rahib kristen yang enggan menerima ajakan Nabi Muhammad untuk memeluk Islam dan justru bertarung bersama kaum Musyrik Makkah untuk menentang Islam pada perang Uhud,
Masjid Ad Dhirar ini juga tergolong masjid Baru dibandingkan dengan Masjid Quba yang sudah dibangun rasulullah terlebih dahulu, alasan dibangunya masjid Ad Dhirar pada mulanya untuk orang yang sakit dan yang mempunyai keperluan pada malam hari yang sangat dingin, pada Mulanya Rasulullah mau datang dan Shalat di Masjid Ad Dhirar ini namun Alah SWT memberikan Informasi melalui Malaikat Jibril untuk mengurungkan Niatnya dan bahkan Rasulullah menyuruh para sahabat untuk menghancurkanya.
Dari peristiwa Pengahancuran Masjid Ad- Dhirar maka bisa diambil hikmahnya bahwa segala sesuatu yang mempuyai Mudlorot yang lebih besar dari pada manfaatnya maka boleh dihancurkan sekalipun itu Lambang Bangunan Suci seperti masjid. Pun begitu juga pesatren jika melenceng dari tujuan awal dibangun yaitu untuk membentuk Akhalaq yang baik namun untuk penyebaran faham Radikalisme maka jika tidak mau dibina lebih bagus dibinasakan.