JAKARTA, Beritalima.com– Ekonom sekaligus politisi senior di Komisi XI DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati menekankan tingginya akses pelaku Usaha Ultra Mikro kepada rentenir menjadi tantangan untuk Bank Mandiri dan Bank BNI.
Itu dikatakan Anis dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR RI dengan Direksi Bank BNI dan Bank Mandiri di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, akhir pekan ini.
Legislator dari Dapil Jakarta Timur ini mengungkapkan hasil survei yang dilakukan BRI terhadap 30 juta pelaku usaha Ultra Mikro. “Data yang dipublis dari survei ini sangat memprihatinkan,” kata Anis, pemegang gelar doktor Ekonomi Syariah Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.
Dikatakan, 5 juta pelaku usaha Ultra Mikro masih mengandalkan rentenir untuk memperoleh pinjaman modal. Sementara, 15 juta mendapatkan dana dari formal, yaitu dari Bank 3 juta, Pegadaian 3 juta, Group Lending 6 juta, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 1,5 juta dan dari Fintech 1,5 juta pelaku usaha.
Adapun 18 juta pelaku usaha Ultra Mikro tidak terlayani sektor formal maupun nonformal. “Data ini menjadi tantangan bagi Bank Mandiri dan Bank BNI untuk dapat memberikan pinjaman kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang lebih murah dan lebih cepat, sehingga 5 juta pelaku usaha Ultra mikro yang memijam ke rentenir itu bisa pindah ke bank,” pesan Anis.
Ketua DPP PKS bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga memberi catatan kepada Direksi Bank Mandiri terkait dengan rasio kinerja Bank Mandiri. Dia menyoroti lonjakan Non Performing Loan (NPL) 2020 menjadi 3,29 persen dan efesiensi menurun (BOPO) yang meningkat menjadi 80,03 persen.
Bank Mandiri mencatatkan laba bersih Rp17,119 triliun 2020, turun dari tahun sebelumnya Rp27,482 triliun di 2019. “Bank Mandiri harus memiliki strategi khusus untuk menjaga laba di tengah-tengah kondisi ekonomi yang masih terpengaruh oleh pandemi Covid-19,” tegas Anis.
Catatan Anis untuk Direksi Bank BNI diantaranya mengenai peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang disertai dengan peningkatan kredit yang terjadi pada 2020. BNI mencatat, DPK mengalami peningkatan dari Rp614 triliun pada 2019 menjadi Rp679 trillun 2020. “Hal ini dapat menunjukan kinerja yang positif BNI selama pandemi,” tutur Anis. \
Namun, total kredit yang mengalami peningkatan 5,3 persen dari Rp557 triliun menjadi Rp 586 triliun di 2020 selama pandemi, mesti diwaspadai tingkat kesehatannya.
“Peningkatan total kredit ini harus tetap diwaspadai. Walaupun di sisi lain ketika terjadi krisis bank menahan penyaluran kredit, dapat memperburuk perbaikan ekonomi (kontra siklikal), namun jangan sampai terjadi kredit macet dalam proses selanjutnya,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)