JAKARTA, Beritakina.com– Untuk mewujudkan birokrasi netral, profesional, efektif dan efesien dalam mendukung kinerja Pemerintah, Komite I DPD RI mendukung kebijakan penyederhanakan birokrasi menjadi eselon I dan eselon II.
Hal itu terungkap pada Rapat Kerja (Raker) Komite I DPD RI dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) saat membahas evaluasi pelaksanaan UU No: 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Program Reformasi Birokasi khususnya terkait penyederhanaan birokrasi, di Ruang Rapat Komite I Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa, (21/1).
Ketua Komite I DPD RI, Agustin Teras Narang mendukung kebijakan Kemenpan RB dalam melaksanakan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi secara bertahap. “Komite I DPD RI meminta Kemenpan RB mempersiapkan daerah percontohan pelaksanaan reformasi birokrasi,” kata Teras.
Anggota DPD RI dari Provinsi Papua Barat, Filep Wamafma mengatakan, perlu sosialisasi lebih lanjut kebijakan perampingan di daerah. Mungkin di Jakarta dan sekitarnya kebijakan ini biasa-biasa saja, tapi saya bayangkan di Papua orang itu ngotot untuk naik eselon.
“Barusan Gubernur melantik eselon III dan eselon IV, berarti belum sinergi hingga di daerah. Perlu sosialisasi intensif sehingga kepala daerah memahami jika kebijakan ini menguntungkan pusat dan daerah,” kata Filep.
Senator Kalimantan Utara, Marthin Billa mengusulkan agar dalam reformasi birokrasi bukan hanya masalah perampingan struktural, tetapi juga perubahan pola pikir dari struktural ke fungsional. “Karena ini akan berpengaruh secara psikologis misalnya bila sebelumnya ada fasilitas dan penghasilan yang lebih tinggi. Apakah ada semacam pelatihan atau apa untuk mengatasi hal itu?”
Anggota DPD RI dari Provinsi Lampung, Ahmad Bastian juga menanyakan bagaimana dampak dari kebijakan penghapusan eselon III dan IV ini, terutama di daerah. “Bagaimana kaderisasi kepemimpinan untuk mencapai eselon I dan eselon II jika dari fungsional? Karena sebelumnya jika struktural sudah jelas kaderisasi kepemimpinannya yang menduduki eselon II misalnya adalah yang berasal dari eselon III sekian tahun.”
Menpan RB, Tjahjo Kumolo menjelaskan, mekanisme pengalihan jabatan dengan berbagai tahapan seperti identifikasi jabatan administrasi pada unit kerja, pemetaan jabatan dan pejabat administrasi terdampak, pemetaan jabatan fungsional yang dapat diduduki pejabat terdampak, penyelarasan tunjangan jabatan fungsional dengan tunjangan jabatan administrasi, dan penyelarasan kelas jabatan fungsional dengan kelas jabatan administrasi.
“Inilah yang kita inginkan satu tahun selesai, termasuk menyederhanakan tata caranya. Sekarang sudah mulai, seperti Kemenpan RB, Kemenkeu serta Kemendikbud. Yang paling penting adalah merubah pola pikir eselon.”
Untuk melaksanakan hal ini, Tjahjo sudah mengundang Sekjen dan Sekretaris Kementerian untuk membahas hal ini. “Prinsipnya tak ada masalah. Hanya ada kementerian yang perlu bertahap, seperti Kemen PUPR dan Kemenag banyak satker. “Melalui Kemendagri, kita sudah mengundang Sekda supaya pola pikir bukan eselon tapi fungsional. Tetapi ada beberapa pengecualian seperti kepala kantor, camat, kalapas”, terang dia.
Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan RB, Setiawan Wangsaatmaja mengungkapkan, pihaknya telah membuat survey kuisioner dalam rangka penyederhanaan eselon ini. Pada kuisioner itu ditanyakan dampak hal apa yang dikhawatirkan dari kebijakan ini.
“Apakah gengsi jabatan, tunjangan, dan masih bisa ditampung tidak di jabatan fungsional. Ternyata paling banyak kekhawatiranya apakah jabatan fungsional dapat menampung jabatan struktural.”
Dikatakan, jabatan administrasi eselon III dan IV dialihkan ke jabatan fungsional. Ada yang tidak bisa seperti kesyahbandaran. “Untuk di daerah sudah ada surat edaran Mendagri yang diutamakan di fase pertama adalah unit perizinan dan investasi, kemudian unit lainnya,” demikian Setiawan Wangsaatmaja. (akhir)