JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi XI DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Keuangan membahas tentang Konsultasi Mengenai Rencana Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI) menyampaikan sejumlah catatan.
Politisi senior ini mengatakan, insentif pajak merupakan instrumen yang sering digunakan negara berkembang untuk menarik investasi negaranya. Hal yang sama juga lakukan Indonesia yang secara garis besar memiliki dua jenis insentif yang ditawarkan kepada investor.
Insentif itu adalah tax holiday yang diatur dalam PMK No: 35/2018 tentang pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan, dan tax allowance yang diatur dalam PP No: 9/2016 tentang perubahan PP No: 18/2015 tentang Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan Atau Di Daerah Tertentu.
Anis menegaskan, walau Insentif Pajak bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi investasi ke suatu negara, setidaknya mampu untuk meningkatkan “portofolio” Indonesia dalam sektor pajak di mata investor.
Dengan adanya LPI, Pemerintah akan memberikan insentif pajak kepada pihak ketiga yang menjadi mitra investasi LPI. Harapannya perlakuan perpajakan ini akan menjadi daya tarik sejalan dengan pembentukan LPI sehingga harus didukung melalui perlakuan tertentu yang diberikan pada Mitra LPI.
Anis mempertanyakan kebijakan pemerintah ini, jangan sampai perlakuan perpajakan ini hanya sebagai pemanis pelaku proyek. Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS ini juga mengingatkan, PBB dalam handbook tentang Protecting The Text Best Of Developing Countries Second Edition menjelaskan, pemerintah perlu tetap waspada terhadap potensi kehilangan penerimaan negara yang cukup besar.
Dietgaskan, insentif pajak harus menjadi catatan penting bagi Pemerintah mengingat penerimaan negara dari sektor perpajakan hingga saat ini belum memenuhi target.
Dalam pandangan Anis, pemerintah harus memaksimalkan manfaat dan meminimalkan kerugian dari adanya insentif pajak. Karena seringkali pemberian insentif pajak ini tidak efektif dan efisien. Juga rentan terhadap penyalahgunaan dan korupsi.
Selain itu, efektivitas insentif pajak secara langsung berkaitan dengan iklim investasi suatu negara sehingga ketika terdapat dua negara yang memiliki insentif pajak yang hampir sama, secara substansial hal yang akan menarik Foreign Direct Investment (FDI) adalah siapa yang memiliki iklim investasi lebih baik.
“Pemerintah perlu memiliki kesiapan untuk memenangkan FDI. Dengan memperbaiki kondisi perekonomian, menyediakan infrastruktur yang memadai, memberikan kemudahan dalam perizinan usaha, mewujudkan kepastian hukum dan berbagai hal yang mendukung stabilitas ekonomi,” tegas dia.
Doktor Ekonomi Islam lulusan Universitas Airlangga ini juga mengingatkan tentang transparansi. Ia menyampaikan, menurut Bank Dunia, transparansi yang dilakukan Pemerintah dalam setiap kebijakan serta pengawasan dan evaluasi, dapat memberikan keyakinan bagi investor bahwa pemerintah memiliki akuntabilitas dalam penyelenggaraan kebijakannya.
“Karena itu pemerintah secara periodik harus mengevaluasi efektivitas insentif pajak untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dan secara berkelanjutan memperbaiki substansi dari peraturan insentif pajak apabila kebijakan yang diambil gagal dalam mendapatkan hasil yang diinginkan,” kata dia.
“Jangan sampai pajak yang diberikan pemerintah bertentangan dengan Prinsip Keadilan (Equity), Prinsip Kepastian (Certainty), Prinsip Kecocokan/Kelayakan (Convience), Prinsip Ekonomi (Economy),” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)