Jakarta | beritalima.com – Dalam rangka memperkuat komitmen Indonesia dalam pengurangan polusi plastik serta percepatan transformasi menuju ekonomi sirkular, Pemerintah Indonesia melalui Delegasi RI (DELRI) dan National Plastic Action Partnership (NPAP) telah berperan aktif pada perundingan Global Plastic Treaty INC-5.2 serta pertemuan bersama World Economic Forum (WEF) di Jenewa, Swiss.
Endingnya, Menteri LH dalam rapat konsolidasi multipihak, tahun 2029 sampah sudah dapat dikelola 100% dan tidak ada lagi sampah segar masuk di TPA. TPA hanya menerima residu.
Sebagai tindak lanjut, diperlukan konsolidasi nasional guna memperkuat koordinasi antar anggota NPAP dalam merumuskan langkah strategis ke depan, baik dalam mendukung transformasi pengelolaan sampah nasional maupun memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi global.
Sehubungan hal itu, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengundang banyak narasumber dari berbagai sektor, di Shangri-La, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).
Selain bermitra kepada NPAP, hadir dari akademisi, kementerian, kedutaan, NGO, dan korporasi. Menteri serius menangani penanganan sampah plastik baik Komite Negosiasi Antar Pemerintah/INC 5.2 dari Majelis Lingkungan Hidup PBB. Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup berasumsi bahwa tentu mengisyaratkan bahwa demikian penting dan krusialnya kedudukan penyelesaian polusi plastik di Indonesia ini untuk berubah.
“Kita mengakui demikian, karena berdasarkan hasil field visit kami terhadap perluasan sampah di seluruh tanah air, maka sejatinya sampah kita secara fisik baru mampu kita kelola kurang dari 15%. Sehingga 85%-nya posisinya ini berpengaruh langsung terhadap lingkungan kita, baik yang berada di tempat pemprosesan akhir sampah atau landfill, maupun langsung di dalam badan-badan lingkungan,” terang Menteri Hanif saat Rapat Konsolidasi Multipihak tepatnya bersama NPAP di Ballroom Shangri-La Hotel, Jakarta, pada Kamis (21/8/2025).
Dimana dalam makalahnya yang disampaikan Menteri LH/Ka BPLH, Indonesia menegaskan peran kepemimpinannya dalam upaya global menghentikan polusi plastik. Pasca perundingan Intergovernmental
Negotiating Committee (INC 5.2) di Jenewa yang berakhir tanpa konsensus (deadlock).
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) bersama National Plastic Action Partnership (NPAP) hari ini (21/8) menggelar Rapat Konsolidasi Multipihak untuk memastikan komitmen internasional menjadi langkah nyata di dalam negeri.
Lanjutnya dalam mengatasi polusi plastik, baik berdasarkan konsep maupun berdasarkan karakter di masyarakat, telah menekankan melalui mandatnya bahwa penanganan pasti wajib selesai 100% untuk tahun 2029.
Endingnya ditegaskan Hanif, Tidak ada sampah segar yang masuk di dalam TPA dan TPA-nya sesuai dengan data sampah yang ada di kabupaten kota. TPA tahun 2029 hanya menerima residu. Langkah ini dilakukan melalui pendekatan bukum dan pemberian insentif dan
“Langkah-langkah ini yang kita lakukan melalui pendekatan hukum dan pemberian insentif dan diinsentif ini mudah-mudahan mampu membalikkan tata kelola di tanah air kita tidak terkecuali sampah,” jelasnya.
Untuk mencapai target ini masih lanjutnya, Indonesia dengan sangat serius mencoba melakukan langkah-langkah secara terencana, terstruktur dan melibatkan semua pihak di tingkat global, nasional, subnasional dan di tingkat tapak di rukun-rukun warga, rukun-rukun rumah tangga dan seluruh dunia usaha di UMKM, unit usaha menengah maupun kecil.
Dalam forum INC 5.2, Indonesia berperan aktif menjembatani perbedaan pandangan antara High Ambition Coalition (HAC) dan Like-Minded Countries (LMC). Keduanya adalah kelompok negara yang memiliki peran penting dalam proses negosiasi. HAC, yang terdiri dari negara-negara dengan komitmen tinggi, mendorong adopsi perjanjian
yang efektif dan progresif, yang mencakup langkah-langkah konkret untuk mengurangi polusi plastik secara signifikan, sementara LMC memainkan peran dalam memastikan bahwa perjanjian tersebut tidak hanya fokus pada tujuan ambisius, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan dan tantangan khusus negara-negara berkembang.
Indonesia mendorong klasterisasi pembahasan agar negosiasi lebih terarah, serta menekankan pentingnya perjanjian yang inklusif, adil, implementatif, dan mempertimbangkan kondisi unik masing-masing negara. Meski belum tercapai konsensus final, Indonesia menegaskan komitmen tetap berjalan.
“Dengan atau tanpa adanya perjanjian global, Indonesia tetap menjalankan langkah nyata, terukur, dan inklusif menuju Indonesia bebas polusi plastik. Semua ini hanya bisa tercapai dengan kolaborasi multipihak dan dukungan investasi, termasuk melalui platform NPAP,” pungkas Menteri Hanif.
Di tingkat nasional, Indonesia tengah melaksanakan transformasi besar dalam pengelolaan sampah. Saat ini telah tersedia 250 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), 42.033 Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R), serta fasilitas modern seperti biodigester, Refuse-Derived Fuel (RDF), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 33 kota besar. Selain itu, sebanyak 343 TPA terbuka tengah dikonversi menjadi sanitary landfill. Inisiatif ini diperkirakan membutuhkan investasi Rp300 triliun dan terbuka bagi partisipasi swasta melalui
pendekatan pentahelix.
Pungkas Menteri Hanif Faisol Nurofiq, transformasi besar ini diperkirakan membutuhkan investasi hingga Rp300 triliun dan membuka ruang luas bagi partisipasi multipihak. NPAP diharapkan menjadi platform strategis untuk mobilisasi pendanaan non-pemerintahserta memperkuat sinergi lintas pemangku kepentingan.
Jurnalis : Dedy Mulyadi






