SURABAYA, beritalima.com | Ratusan warga Wonokitri Besar, Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Senin (13/7/2020) siang unjuk rasa. Aksi ini mereka lakukan di depan proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Mayapada di Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya. Mereka menuntut kompensasi atas kebisingan dan pencemaran udara yang ditimbulkan proyek tersebut.
Aksi ini diantaranya diikuti warga RT.01 RW.02, RT.05 RW.02 dan RT.01 RW.01 Wonokitri Besar, yang merasa terdampak oleh pembangunan rumah sakit internasional tersebut. Rumah sakit yang direncanakan berlantai 16 mulai dibangun sejak pertengahan tahun 2017.
Sejak itu, ketenangan warga Wonokitri Besar terganggu, mulai dari tanahnya yang bergetar, polusi udara, bising dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini mereka rasakan siang dan malam. Karena itu, mereka menuntut kompensasi atas kebisingan dan polusi udara yang ditimbulkan proyek ini.
“Jarak permukiman kami hanya sekitar 10 meter dari proyek ini, sehingga kami sangat terganggu sekali dengan adanya proyek ini,” kata Ida Adna, Wakil Ketua Forum Perjuangan Warga Wonokitri Besar. “Kalau tidak dipenuhi, kami minta proyek ini dihentikan,” lanjutnya.
Suwandi, Ketua RT.05 RW.02 Wonokitri Besar yang juga sebagai Korlap dalam aksi ini mengatakan, keberadaan rumah sakit ini, jika sudah jadi dan beroperasi, diyakini tidak akan memberi manfaat pada warga setempat. Karena lanjut, rumah sakit ini bertarap internasional dan taripnya pasti tidak terjangkau warga sekitarnya.
“Jadi kami hanya menjadi korban pencemaran udara, suara dan sampah selama proses pembangunan. Kami tak mungkin bisa berobat di rumah sakit bertarif mahal ini,” ujar Suwandi. “Karena itu, kami menuntut kompensasi yang wajar atas kebisingan dan polusi udara yang ditimbulkan. Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, kami sudah sepakat untuk terus berunjuk rasa dengan jumlah warga yang lebih banyak lagi,” tandas Suwandi.
Menurut Murna, warga setempat yang ikut demo meski salah satu kakinya baru diamputasi karena diabet, pada awalnya rumah warga hampir setiap hari bergetar karena proyek pembangunan rumah sakit ini. Getaran itu membuat banyak rumah retak, namun sudah ada yang diperbaiki oleh pihak proyek, dan ada pula yang diberi kompensasi uang kisaran Rp 1,5 juta per KK.
“Namun, tidak semuanya yang telah diperbaiki atau diberi kompensasi itu, hanya beberapa KK saja,” tukas Murna di atas kursi roda.
Dan setelah itu, proyek terus berjalan dengan tingkat kebisingan dan pencemaran udaranya yang semakin tinggi, baik siang dan malam. Akibatnya, warga setiap hari resah, kemudian membentuk Forum Perjuangan Warga Wonokitri Besar, dan melakukan unjuk rasa untuk menuntut kompensasi atas kebisingan dan pencemaran udara yang ditimbulkan proyek tersebut.
“Kami menuntut kompensasi Rp 50 juta per KK yang terdampak proyek pembangunan rumah sakit ini,” kata Murna sebagaimana yang disampaikan pada pihak proyek saat bernegoisasi yang ditengahi aparat, di ujung unjuk rasa ini. Menurut Murna, tuntutan kompensasi Rp juta per KK ini sangat wajar, karena ketenangan warga telah terganggu proyek ini selama 35 bulan atau sekitar 1.055 hari.
Dalam negoisasi itu, Beni yang mewakili pihak proyek pembangunan RS tersebut mengatakan, tidak berani mengambil keputusan. Dia berjanji akan menyampaikan tuntutan warga pada pimpinannya di Jakarta.
Murna mengatakan, dalam negoisasi dengan pihak proyek tersebut dirinya menegaskan memberi waktu selama 6 hari untuk mendapat jawaban atas tuntutan warga. Jika hingga batas waktu tidak ada jawaban, atau jawabannya tidak sesuai yang diharapkan, kata Murna, Forum Perjuangan Warga Wonokitri Besar akan kembali demo dengan jumlah massa yang lebih besar. (Ganefo)
Teks Foto: Ratusan warga Wonokitri Besar saat demo di depan proyek pembangunan RS Mayapada di Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya, Senin (13/7/2020).